Minggu, 25 April 2010

Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 16.25 | No comments

Tanah adalah akumulasih tubuh alam bebas


PENDAHULUAN
Latar Belakang

Menurut Donahue (1970) Tanah adalah akumulasih tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Tanah merupakan system multi komponen terdiri dari padatan, cairan, dan gas. susunan sifat kimia fase cair dan udarah tanah tergantung interaksinya dengan padatan tanah.
Susunan kimia pada tanah sebenarnya sangat bervariasi , tergantung dari masing-masing faktor antara lain bahan induk tanah, proses pembentukanya, keadaan iklim, bentuk wilayah dan sebagainya.
Untuk memproduksi tanaman secara optimal maka tanah harus memenuhi syarat kimia, fisika dan biologi secara seimbang, selain itu tanah harus cukup mengandung unsur Nitrogen, Phosphor, dan Kalium serta memiliki PH yang netral.
Apabila tanah yang akan di tanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup, maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat tergantung pada kesuburan tanah dan dapat di berikan secara bertahap. Sebagai pertimbangan sebelum melakukan pemupukan maka harus melakukan penentuan kondisi tanah dengan analisis sidik cepat, semua kegiatan tersebut di lakukan untuk meningkatkan kualitas produksi tanaman yang baik. Dengan adanya kegiatan analisis sidik cepat ini maka penambahan unsure N, P, dan K tepat dan efisien serta rama terhadap lingkungan.
Bilman W. Simanihuruk dan kawan-kawan melaporkan, Untuk meningkatkan produksi tanaman, menggunakan pupuk buatan yang berlebihan bukanlah satu-satunya alternative. hal ini di sebabkan oleh tingginya harga pupuk anorganik, selain itu juga pupuk anorganik yang berlebihan dapat meracuni lingkungan dan bahkan meninggalkan residu. oleh karena itu untuk kepentingan efisiensi penggunaan pupuk maka perlu melakukan sidik kadar NPK dan PH tanah, agar dalam pemberian dosisnya tepat, sesuai dengan kebutuhan per areal lahan produksi pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA

Bersama unsure fosfor (P) dan Kalium (K), Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. bahan tanaman yang sering mengandung sekitar 2% sampai 4 %; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan klorofil, bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Russll,1973)
Sanhez megel (1976) dan Kirkby, (1982).Begitu besarnya peranan N bagi tanaman, maka persediaannya sangat diperhatikan sekali oleh para petani. Sumber bahan N utama berasal dari bahan organik, melalui prosese mineralisasi NH4+ dan NO3-. Selain itu N juga dapat bersumber dari atmosfer ( 78% NV melalui curah hujan (8-10 % N tanah) penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara sembiosis dengan tanaman maupun hidup bebas. walaupun sumber ini banyak secara alami, namun untuk memenuhi kebutuhan tanaman maka dapat diberikan dalam bentuk pupuk, seperti urea, ZA, dan sebagainya maupun dalam bentuk pupuk kandang ataupun pupuk hijau.
Untuk pertumbuhan vegetatif yang cepat tersebut tanaman memerlukan zat N yang cukup banyak. Zat N ini dapat diberikan melalui bahan organik, atau pun bahan anorganik dalam bentuk sabuk ZA (zwavelzure ammonia) maupun Urea. Kurangan zat N nampak pada daunnya yang menguning, dan pertumbuhannya yang tidak subur ( Hillel, 1980)
pupuk kandang atau kompos harus diberikan sebelum tanam, sebagai rabuk dasar. Untuk tiap-tiap ha, tanaman papaya diperlukan tidak kurang dari 50 ton.
Zat ini penting sekali bagi pembentukan bunga dan untuk mempercepat masaknya buah (pertumbuhan generatif). Zat ini selain penting bagi pertumbuhan generatif, penting pula untuk pertumbuhan akarnya, sehingga tanaman yang mendapat cukup zat P dapat lebih tahan terhadap kekurangan air.
Zat P mempunyai sifat mudah diserap oleh tanah, sehingga tidak mudah diserap oleh akar papaya. Dalam ilmu pemupukan gejala ini disebut “fixasi zat fosfat”. Dengan adanya gejala tersebut, maka zat fosfat harus ditempatkan sedekat-dekatnya dengan akar, terutama pucuk akar, dan jangan disebarkan secara merata. Penyebaran secara merata ini akan mengakibatkan zat fosfat lebih mudah dipixir. Penempatan rabuk fosfat yang baik adalah dengan cara memasukannya dalam lubang yang ditugalkan dalam tanah (Tilman dan Scotes, 1991).
Zat Kalium dalam tanaman yang mempunyai fungsi sangat luas dalam pemupukan tanaman tidak boleh diabaikan. Zat ini mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan zat karbohidrat/gula buah, dan memberi daya tahan terhadap kekeringan pada tanaman. Selanjutnya kualitas/lezatnya buah tidak sedikit dipengaruhi pula oleh zat kalium. Akhirnya dalam perabukan yang lengkap dalam arti kata yang seimbang, rabuk kali merupakan pelengkap agar zat-zat lainnya terhisap oleh akar dengan sebaiknya-baiknya. hal ini minta diperhatikan benar-benar karena bilatanaman dipupuk dengan zat N yang berlebihan tanpa ada imbangan dari zat kalium, akibatnya tanaman daunnya terlalu rimbun dan buahnya mengurang. Tanaman yang kebanyakan zat N (stikstop) kebanyakan tidak tahan terhadap serangan penyakit, pertumbuhan akarnya kurang baik dan akhirnya kurang tahan untukmenghadapi kekeringan.
Sumber dari zat Fosfat dan Kalium selain bahan organis adalah rabuk:DS. (dubbelsuperfosfat) atau triplefosfat dengan kadar zat P 46%. Superfosfat mengandung 18% zat P. ZK (zwavelzure kali) mengandung 15% K. Abu berasal dari beberapa jenis kayu atau pun smpah mengandung pula zat Kalium dengan kadar 2-5% (Mukhlis dan Fauzi,2003)
Bahan organis selain menjadi sumber zat NPdan K merupakan bahan dalam pembentukan “humus” (bunga tanah) dalam tanah yang dapat menjamin tanah tetap cerul/remah, cukup mengandung udara dan tetap lembab
Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat dengan [H+], atau sebagai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan ukuran kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara antara lain dengan jalan menitrasi lerutan dengan asam dengan indikator atau yang lebih teliti lagi dengan pH meter. pH berkisar antara 10-1sampai 10-12mol/liter. Makin tinggi konsentrasi ion H, makin rendah –log [H+] atau pH tanah, dan makin asam reaksi tanah. Pada umumnya, keasaman tanah dibedakan atas asam, netral, dan basa. Ion H+dihasilkan oleh kelompok organik yang dibedakan atas kelompok karboksil dan kelompok fenol. Tipe keasaman aktif atau keasaman actual disebabkan oleh adanya Ion H+dalam larutan tanah. Keasaman ini diukur menggunakan suspensi tanah-air dengan nisbah 1 : 1; 1 : 2,5; dan 1 : 5. Keasaman ini ditulis dengan pH (H2O).
Tipe keasaman potensial atau keasaman tertukarkan dihasilkan oleh ion H+dan Al3+tertukarkan yang diabsorbsi oleh koloid tanah. Potensial keasaman diukur dengan menggunakan larutan tanah-elektrolit, pada umumnya KCl atau CaCl2. Karena ion H dan Al yang diabsorbsi koloid tanah dalam keadaan seimbang (equilibrium)dengan ion H+dalam larutan tanah maka terdapat hubungan yang dekat antara kejenuhan (H+Al) dan pH, demikian juga dengan persentase kejenuhan basa pada pH. Tanah yang ekstrem asam dengan (H+Al) mendekati 100% kurang lebih mempunyai pH sama dengan asetat pH 3,5
Keasaman (pH) tanah diukur dengan nisbah tanah : air 1 : 2,5 (10 g tanah dilarutkan dengan 25 ml air) dan ditulis dengan pH2,5(H2O). Di beberapa laboratorium, pengukuran pH tanah dilakukan dengan perbandingan tanah dan air 1 : 1 atau 1 : 5. Pengukuran pada nisbah ini agak berbeda dengan pengukuran pH2,5karena pengaruh pengenceran terhadap konsentrasi ion H. Untuk tujuan tertentu, misalnya pengukuran pH tanah basa, dilakukan terhadap pasta jenuh air. Hasil pengukuran selalu lebih rendah daripada pH2,5 karena lebih kental dan konsentrasi ion H+lebih tinggi.
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kolorimeter dengan menggunakan indikator (larutan, kertas pH) yang menunjukkan warna tertantu pada pH yang berbeda. Saat ini sudah banyak pH-meter jinjing (portable)yang dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada beberapa tipe pH-meter yang dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung dapat digunakan untuk pH tanah, tetapi dengan syarat kandungan lengas saat pengukuran cukup tinggi (kandungan lengas maksimum atau mungkin kelewat jenuh). Kesalahan pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH atau bahkan lebih besar karena pengaruh pengenceran dan faktor – faktor lain.
Untuk mengukur pH basa kuat di lapangan, indikator fenolptalin (2 g indikator fenolptalin dalam 200 ml alkohol 90%) yang tidak berwarna sangat bermanfaat karena akan berubah menjadi ungu sampai merah pada pH 8,3 – 10,0. Kondisi yang sama dalam pengukuran pH di lapangan pada kondisi luar biasa asam digunakan indikator Brom Cresol Green (0,1 g dilarutkan dalam 250 ml 0,006 N NaOH) yang berubah menjadi hijau sampai kuning pada pH 5,3 dan lebih rendah daripada 3,8.
Untuk mengetahui pH tanah di lapangan, secara umum dapat digunakan indikator universal (campuran 0,02 g metil merah, 0,04 g bromotimol blue, 0,04 g timol blue, dan 0,02 g fenolptalin dalam 100 ml alkohol encer (70%).

DAFTAR PUSTAKA

Hilel, D. 1980. Fundamentals of soil physics. Academi Press

Rusell, E.W. 1973. Soil condition and plant Growt 10th edition Longman. Blacwell scientific pulbl

Mukhlis dan Fauzi. 2003. Pergerakan unsure hara Nitrogen dalam tanah. Usu digital Library

Donahue, R. L,W. 1970. Soils an introduction to soil and plant growth. Prentice hall, inc. New Jersey


Bilman W. Simanihuruk, Abimanyu D. Nusantara dan Faradila.F. 2002.Peran EM5 dan Pupuk NPK dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung manis pada lahan alang-alang. Journal ilmu pertanian. vol 4, no. 1, hlm 56- `61

Widarto, Zainul Kamal dan Suroso. 2007. Penentuan kadar Unsur di dalam daun krenyu dengan metode analisis neutron cepat. Journal ISSN 1978-0176


http://agrica.wordpress.com pengukuran-ph-tanah/ di download pada hari sabtu 24 oktober 2009.
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 10.52 | 2 comments

Perkembangbiakan tanaman secara vegetatif

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia hidup hampir mutlak tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup.Bahan yang dimakan tersebut tanpa ada kecualinya, adalah bahan – bahan yang berasal dari tanaman dan diturunkan dari tanamam seperti daging telur dan hasil – hasil susu.Tanaman juga sebagai sumber terbesar, baik langsung maupun tidak langsung, untuk sebangian besar bahan pakaian, bahan bakar, obat- obatan, bahan kontruksi dan lain sebagainya.
Dengan mempertimbangkan sangat pentingnya tanaman, manusia mengadakan inovasi baru untuk memperbanyak tanaman dengan menghasilkan jumlah yang banyak dan waktu yang singkat.
Perkembangbiakan tanaman banyak ditekankan pada usaha mempertinggi produksivitas hasil pertanian.Perkembangbiakan tanaman sangat berperan besar dalam mempertinggi produksivitas pertanian.Ada dua cara pembiakan tanaman ialah:
(1) Secara generatif/reproduktif (secara kawin) dengan menggunakan benih (biji yang memenuhi persyaratan sebagai bahan tanaman;
(2) Secara vegetatif (secara tak kawin) dengan menggunakan organ vegetatif.
Pembiakan generative yaitu pembentukan biji melalui proses penyerbukan (jatuhnya tepung sari pada kepala putik) kemudian dilanjutkan dengan pembuahan (peleburan antara gamet jantan dari tepung sari dan gamet betina dari putik).
Pembiakan vegetatif yaitu menggunakan organ vegetatif: Secara alami dengan penggunaan biji apomiktik (terbentuk tanpa pembuahan dan merupakan bentuk vegetatif) dan penggunaan organ-organ khusus tanaman (hasil modifikasi batang atau akar, misalnya: bulb, tuber, rhizome, dll);


Secara buatan dengan stimulasi akar dan tunas adventif ialah cangkok, setek, penyambungan tanaman dan kultur jaringan.
Hasil dari pembiakan secara vegetatif tidak kalah baiknya dengan hasil pembiakan generative.Lebih – lebih perkembangbiakan secara vegetatif memiliki tingkat efisiensi lebih baik dari pada perkembangbiakan dengan cara generative. Misalnya saja dalam produksi buah, dalam waktu penanaman yang bersamaan. Perkembangbiakan dengan cara vegetative yang akan menghasilkan buah terlebih dahulu.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara budidaya tanaman baik dengan menggunakan perkembangbiakan vegetative maupun pun generative ?
1.2.2 Bagaimana perlakuan – perlakuan yang harus diberikan pada tanaman, agar tanaman dapat berhasil dikembangbiakan

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:
1. Mengenal dan Mempelajari jenis-jenis perkembangbiakan pada tanaman.

BAB.2 ISI

Dalam suatu perkembang biakan tanaman banyak sekali cara-cara yang dapat dilakukan hanya saja dalam cara-cara tersebut dibagi menjadi 2 aspek yaitu perkembangbiakan Vegetatif dan perkembangbiakan Generatif.
A. Perkembang biakan Vegetatif.
Pekembangbiakan vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai cara.beberapa contoh yaitu dengan cara cangkok,stek,penyambungan maupun okulasi.
a). Perkembang biakan vegetatif secara cangkok.
Mencangkok merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif buatan yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan induknya dan cepat menghasilkan. Pencangkokan dilakukan dengan menyayat dan mengupas kulit sekeliling batang, lebar sayatan tergantung pada jenis tanaman yang dicangkok. Penyayatan dilakukan sedemikian rupa sehingga lapisan kambiumnya dapat dihilangkan (dengan cara dikikis). Setelah luka yang dibuat cukup kering, Rootone-F diberikan sebagai perlakuan agar bahan cangkokan cepat berakar. Media tumbuh yang digunakan terdiri dari tanah dan kompos dan dibalut dengan sabut kelapa atau plastik. Bila batang diatas sayatan telah menghasilkan sistem perakaran yang bagus, batang dapat segera dipotong dan ditanam di lapang. Cara pembiakan dengan cara mencangkok dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya kita menginginkan tanaman baru yang mempunyai sifat persis seperti induknya. Sifat ini meliputi ketahanannya terhadap hama dan penyakit, rasa buah (khususnya untuk tanaman buah-buahan), keindahan bunga (untuk tanaman hias) dan sebagainya. Karena seperti yang kita ketehui bahwa hasil cangkokan bisa dikatakan hampir seratus persen menyerupai sifat induknya. Seandainya terdapat penyimpangan sifat biasanya disebabkan oleh mutasi gen. Walaupun banyak keunggulannya, namun teknik perbanyakan dengan mencangkok ini tidak terlepas dari beberapa kelemahan.


Sebenarnya mencangkok dapat dilakukan baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Bila mencangkok pada musim kemarau, memang kita harus rajin menyiraminya agar kelembaban media tetap terjaga. Tetapi lazimnya cangkokan lebih cepat jadinya, karena pada saat ini pertumbuhan akar sedang aktif. Sedangkan bila mencangkok dilakukan pada musim hujan, tentunya kita tidak akan repot menyiraminya. Lagi pula bila kita lakukan pada awal musim hujan, maka dalam musim itu juga cangkokan telah jadi bibit dan dapat ditanam. Tumbuhan meperoleh zat-zat hara dari lingkungan. Penyerapan bahan itu berlangsung secara difusi, osmosis dan transpor aktif. Pada tumbuhan bersel satu/bahan-bahan dapat diserap langsung dari lingkungannya melalui proses-proses tersebut. Tetapi tumbuhan tingkat tinggi, memerlukan sistem pengkutan yang lebih panjang dari proses-proses itu, yaitu dibantu dengan sistem pembuluh angkut (vaskuler) yang lebih menguntungkan Tujuan pencangkokan adalah untuk mendapatkan anakan/bibit untuk pembangunan bank klon, kebun benih klon, kebun persilangan, karena dengan teknik ini bibit yang dihasilkan bersifat dewasa sehingga lebih cepatber bunga/berbuah. Pencangkokan dilakukan pada pohon-pohon plus yang telah dipilih di kebun benih.Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.Penggunaan teknik mencangkok dilakukan dalam rangka penyediaan materi untuk bank klon, kebun persilangan dan kebun benih klon. Bahan dan peralatan yang digunakan antara lain media cangkok (moss cangkok, top soil dan kompos), bahan pembungkus cangkok dari polibag hitam, tali rafia, zat pengatur tumbuh akar, insektisida, pita label, spidol permanen, pisau cangkok, parang, gergaji tangan dan alat tulis.
Pembuatan cangkokan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penyiapan media cangkok terdiri atas campuran antara moss cangkok, top soil dan kompos. Sebelum digunakan media disiram dengan air sampai cukup kelembabannya, serta ditaburi insektisida secukupnya supaya media tidak dijadikan sarang semut dan membunuh hama uret.


2. Pemanjatan pohon dan pemilihan cabang yang sehat dengan diameter rata-rata 2 cm - 4 cm. Cabang dikerat sepanjang 5 cm dengan menggunakan pisau cangkok, kulit cabang dikelupas dan bagian kambiumnya dibersihkan dengan cara dikerik dan dibiarkan beberapa menit. Posisi keratan kulit sekitar 30 cm dari pangkal cabang. Setelah itu bagian sayatan diolesi dengan larutan ZPT untuk memacu pertumbuhan akar.
3. Menutup luka sayatan pada cabang dengan campuran media yang telah disiapkan, kemudian ditutup dengan polibag hitam dan diikat dengan tali rafia sehingga media cangkok stabil. Bagian pembungkus cangkok dilubangi agar memudahkan masuknya air atau keluarnya akar ketika cangkok telah berakar dengan baik.
4. Memberi label yang berisi tanggal pencangkokan, perlakuan dan pelaksana.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan pencangkokan antara lain :
a. Pencangkokan sebaiknya dilakukan pada musim hujan sehingga akan membantu dalam menjaga kelembaban media sampai berakar.
b. Pengambilan cangkok dilakukan setelah cangkok berumur 2 - 3 bulan. Pemotongan cangkok menggunakan gergaji kemudian diturunkan secara hati-hati. Cangkok yang terlalu panjang dipotong sebagian dan daunnya dikurangi untuk mencegah terjadinya penguapan yang terlalu besar.
c. Cangkok yang telah dipisahkan dari pohon induknya segera ditanam (aklimatisasi) pada media campuran tanah dengan kompos/pupuk kandang (3:1). Kegiatan ini dilakukan di persemaian yang diberi naungan dengan intensitas cahaya lebih dari 50%. Pemeliharaan cangkok di persemaian dilakukan sampai bibit siap ditanam di lapangan. Biasanya setelah 3 bulan cangkok telah memiliki perakaran yanag kompak dan siap dipindahkan ke lapangan.
d. Pembuatan cangkok pada satu pohon tidak bisa dilakukan dalam jumlah banyak, karena akan mengganggu atau merusak pohon tersebut.



b). Perkembangbiakan Secara Stek
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan. Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name dan true to type. Stek dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Stek Daun
Bahan awal perbanyakan yang dapat digunakan pada stek daun dapat berupa lembaran daun atau lembaran daun beserta petiol. Bahan awal pada stek daun tidak akan menjadi bagian dari tanaman baru. Penggunaan bahan yang mengandung kimera periklinal dihindari agar tanaman-tanaman baru yang dihasilkan bersifat true to type Akar dan tunas baru pada stek daun berasal dari jaringan meristem primer atau meristem sekunder. Pada tanaman Bryophyllum, akar dan tunas baru berasal dari meristem primer pada kumpulan sel-sel tepi daun dewasa, tetapi pada tanaman Begonia rex, Saint paulia (Avrican violet), Sansevieria, Crassula dan Lily, akar dan tunas baru berkembang dari meristem sekunder dari hasil pelukaan. Pada beberapa species seperti Peperomia, akar dan tunas baru muncul dari jaringan kalus yang terbentuk dari aktivitas meristem sekunder karena pelukaan. Masalah pada stek daun secara umum adalah pembentukan tunas-tunas adventif, bukan akar adventif. Pembentukan akar adventif pada daun lebih mudah dibandingkan pembentukan tunas adventif .Secara teknis stek daun dilakukan dengan cara memotong daun dengan panjang 7,5 – 10 cm (Sansevieria) atau memotong daun beserta petiolnya kemudian ditanam pada media (Hartmann et al, 1997). Untuk Begonia dan Violces, perlakuan kimia yang umum dilakukan adalah penyemprotan dengan IBA 100 ppm.
2. Stek Umbi
Pada stek umbi, bahan awal untuk perbanyakan berupa umbi, yaitu: umbi batang, umbi kakr, umbi sisik, dan lain-lain. Senagai bahan perbanyakan, umbi dapat digunakan utuh atau dipotong-potong dengan syarat setiap potongannya mengadung calon tunas. Untuk menghindari terjadinya busuk pada setiap potongan umbi, maka umbi perlu dierandap dalam bakterisida dan fungisida. Contoh tanaman yang bisa diperbanyak dengan stek umbi antara lain: Solanum tuberosum, Ipomoea batatas, Caladium, Helianthus tuberosus, Amarilis, dan lainlain.
3. Stek Batang
Bahan awal perbanyakan berupa batang tanaman. Stek batang dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan jenis batang tanaman, yakni: berkayu keras, semi berkayu, lunak, dan herbaceous. Bahan tanaman yang biasa diperbanyak dengan stek batang berkayu keras antara lain: apel, pear, cemara, dan lain-lain, dengan perlakuan kimia IBA atau NAA 2500 – 5000 ppm. Panjang stek berkisar antara 10 – 76 cm atau dua buku (nodes). Stek batang semi berkayu, contohnya terdapat pada tanaman Citrus sp. dengan perlakuan kimia yang sudah umum yaitu IBA dan NAA 1000 – 3000 ppm dan panjang stek 7,5 – 15 cm. Pada stek batang semi berkayu ini, daun-daun seharusnya dibuang untuk mengendalikan transpirasi. Disamping itu, pelukaan sebelumnya mungkin dapat membantu pengakaran. Untuk stek batang berkayu lunak, contohnya terdapat pada tanaman Magnolia dengan perlakuan IBA atau NAA 500 – 1250 ppm dan panjang stek 7,5 – 12,5 cm. Pada stek batang berkayu lunak ini umumnya akar relatif cepat keluar (2 – 5 minggu). Stek batang yang tergolong herbaceus, dilakukan pada tanaman Dieffenbachia, Chrisanthemum, dan Ipomoea batatas. Pada dasarnya perlakuan auksin tidak diperlukan pada stek batang herbaceous ini, tetapi kadang diberikan IBA atau NAA 500 –1250 ppm dan panjang stek yang biasa digunakan adalah 7,5 – 12,5 cm

c). Perkembangbiakan secara Sambung.
Penyambungan atau enten (grafting) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion) dan merupakan sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu mata tunas (entres), baik itu berupa tunas pucuk atau tunas samping. Penyambungan batang bawah dan batang atas ini biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies yang sama. Misalnya penyambungan antar varietas pada tanaman durian. Kadang-kadang bisa juga dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang berlainan spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Tanaman mangga (Mangifera indica) disambung denga tanaman kweni (Mangifera odorata). Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Tipe sambungan jika ditinjau dari bagian batang bawah yang disambung:
1. Sambung pucuk (top grafting)
Sambung pucuk merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian atas atau pucuk dari batang bawah. Caranya sebagai berikut:
• Memilih batang bawah yang diameter batangnya disesuaikan dengan besarnya batang atas. Tanaman durian, belimbing dan sirsak sudah bisa disambung bila besarnya batang bawah sudah sebesar ujung pangkal lidi. Alpukat, manggis dan
mangga disambung bila batangnya sudah sebesar pensil. Umur batang bawah pada keadaan siap sambung ini bervariasi antara 1-24 bulan, tergantung jenis tanamannya. Untuk durian umur 3-4 bulan, mangga dan alpukat umur 3-6 bulan. Manggis pada umur 24 bulan baru bisa disambung karena sifat pertumbuhannya lambat.


• Batang bawah dipotong setinggi 20-25 cm di atas permukaan tanah. Gunakan silet, pisau okulasi atau gunting setek yang tajam agar bentuk irisan menjadi rapi. Batang bawah kemudian dibelah membujur sedalam 2-2,5 cm.
• Batang atas yang sudah disiapkan dipotong, sehingga panjangnya antara 7,5-10 cm. bagian pangkal disayat pada kedua sisinya sepanjang 2-2,5 cm, sehingga bentuk irisannya seperti mata kampak. Selanjutnya batang atas dimasukkan ke dalam belahan batang bawah.
• Pengikatan dengan tali plastikyang terbuat dari kantong plastik ½ kg selebar 1 cm. Kantong plastik ini ditarik pelan-pelan, sehingga panjangnya menjadi 2-3 kali panjang semula.Terbentuklah pita plastik yang tipis dan lemas.
• Pada waktu memasukkan entres ke belahan batang bawah perlu diperhatikan agar kambium entres bisa bersentuhan dengan kambium batang bawah. Sambungan kemudian disungkup dengan kantong plastik bening.Agar sungkup plastik tidak lepas bagian bawahnya perlu diikat.Tujuan penyungkupan ini untuk mengurangi penguapan dan menjaga kelembaban udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi.
• Tanaman sambungan kemudian ditempatkan di bawah naungan agar terlindung dari panasnya sinar matahari. Biasanya 2-3 minggu kemudian sambungan yang berhasil akan tumbuh tunas. Sambungan yang gagal akan berwarna hitam dan kering. Pada saat ini sungkup plastiknya sudah bisa dibuka.Namun, pita pengikat sambungan baru boleh dibuka 3-4 minggu kemudian. Untuk selanjutnya kita tinggal merawat sampai bibit siap dipindah ke kebun
2. Sambung samping (side grafting)
Pada dasarnya, pelaksanaan sambung samping sama seperti pelaksanaan model sambung pucuk. Sambung samping merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian samping batang bawah. Caranya sebagai berikut:
• Batang bawah dipilih yang baik. Ukuran batang atas tidak perlu sama dengan batang bawah, bahkan lebih baik dibuat lebih kecil.
• Pada batang bawah dibuat irisan belah dengan mengupas bagian kulit tanpa mengenai kayu atau dapat juga dengan sedikit menembus bagian kayunya. Irisan kulit batang bawah dibiarkan atau tidak dipotong.
• Batang atas dibuat irisan meruncing pada kedua sisinya. Sisi irisan yang menempel pada batang bawah dibuat lebih panjang menyesuaikan irisan di batang bawah dari sisi luarnya.
• Batang atas tersebut disisipkan pada irisan belah dari batang bawah. Dengan demikian, batang bawah dan batang atas akan saling berhimpitan. Kedua lapisan kambium harus diusahakan agar saling bersentuhan dan bertaut bersama.
• Setelah selesai disambungkan, sambungan tersebut diikat dengan tali plastik. Untuk menjaga agar tidak terkontaminasi atau mengering, sambungan dan batang atas ditutup dengan kantong plastik.
• Setelah batang atas menunjukkan pertumbuhan tunas, kurang lebih 2 minggu setelah penyambungan, kantong plastik serta tali plastik bagian atas sambungan dibuka lebih dulu, sedangkan tali plastik yang mengikat langsung tempelan batang atas dan kulit batang bawah dibiarkan, sampai tautan sambungan cukup kuat.
• Bilamana sudah dipastikan bahwa batang atas dapat tumbuh dengan baik, bagian batang bawah di atas sambungan dipotong. Pemotongan perlu dilakukan supaya tidak terjadi kompetisi kebutuhan zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan lanjutan dari batang atas.
B. Perkembangbiakan Generatif
Perkembangbiakan generatif adalah memperbanyak sutau jenis tanaman dengan menggunakan organ biji, biji atau benih merupakan istilah hampir sama sehingga sering rancuh dalam penggunaannya, biji secara struktural dapat diartikan sama dengan benih yaitu sebagai bakal biji yang dibuahi. Namun secara fungsional berbeda, biji diartikan sebagai unit penyebaran atau perbanyakan tanaman secara alamiah, sedangkan benih diartikan sebagai biji tanaman yang digunakan untuk memperbanyak tanaman dan secara agronomis benih dituntut bermutu tinggi sebab mampu menghasilkan tanaman berproduksi maksimum. Selain itu biji maupun benih dapat diartikan sebagai berikut.
Biji merupakan organisasi yang teratur rapi, mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup untuk melindungi serta memperpanjang kehidupannya. Sedangkan benih secara umum adalah istilah yang dipakai untuk bahan dasar pemeliharaan tanaman atau hewan. Dalam pertanian benih dapat berupa biji maupun tumbuhan kecil hasil perbanyakan aseksual.
Spesies tanaman yang budidayanya menggunakan bahan tanam benih atau biji dalam proses awal tumbuhnya bergantung dari perkecambahan benih. Secara umum perkecamabahan benih atau biji adalah berkembangnya struktur penting dari embrio yang ditandai dengan munculnya struktur tersebut dengasn menembus kulit benih. Untuk memulai perkecambahan umumnya benih dari kebanyakan tanaman akan segera berkecambah pada keadaan lingkungan sama, tetapi ada juga yang mengkehendaki persyaratan khusus.usaha memperbanyak tanaman dengan biji atau benih sering mengalami banyak hambatan,walupun benih atau biji dikecambahkan pada kondisi lingkungan yang sesuai.benih atau biji tersebut sebenarnya hidup karena dapat dipacu untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan-perlakuan khusus.Benih atau biji yang demikian dikatakan dormansi yang diartikan sebagai keadaan dimana benih hidup gagal untuk berkecambah dalam keadaan lingkungan yang sesuai untuk Pertumbuhannya.Dormansi benih dapat berlangsung beberapa hari,bulan,musim,bahkan sampai beberapa tahun tergantung beberapa jenis spesies tanaman dan tipe dormansinya.
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pernyataan dan isi diatas dapat kita simpulkan bahwa:
1. Kita dapat mengetahui cara-cara perkembangbiakan tanaman secara vegetatif maupun generatif yang sering dan banyak dilakukan oleh orang.
2. Pekembangbiakan vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai cara.beberapa contoh yaitu dengan cara cangkok,stek,penyambungan maupun okulasi sedangkan perkembang biakan generatif tanaman dengan menggunakan biji/benih.
3. Spesies tanaman yang budidayanya menggunakan bahan tanam benih atau biji dalam proses awal tumbuhnya bergantung dari perkecambahan benih. Secara umum perkecamabahan benih atau biji adalah berkembangnya struktur penting dari embrio yang ditandai dengan munculnya struktur tersebut dengasn menembus kulit benih.

3.2 Saran
Untuk mendapatkan suatu jenis tanaman yang memiliki keunggulan tertentu dengan dengan induknya maka cara perkembangbiakan yang dilakukan sebaiknya menggunakan cara cangkok dan setek, sementara untuk menggabungkan kedua sifat yang berbeda sebaiknya cara yang dilakukan adalah dengan cara menyambung atau okulasi dan untuk mengembangbiakan tanaman dalam jumlah yang besar maka disarankan menggunakan cara perkembangbiakan generatif.
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 10.43 | No comments

Kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan suatu kegiatan

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan suatu kegiatan. Dalam masa pembangunan dewasa ini tidak hanya pria, tetapi juga perempuan sebagai penerus nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat, serta sebagai pelaku pembaharuan dituntut untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat yang menunjang pembangunan. Untuk dapat menjalankan peranannya sebagai pembaharuan secara berdaya guna dan berhasil guna, perempuan perlu mengembangkan diri menjadi pemimpin yang tangguh tanpa meninggalkan kodratnya sebagai perempuan serta menjunjung tinggi harkat dan martabatnya.
Pada dasarnya kepemimpinan tidak membedakan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Bagi kedua-duanyan berlaku persyaratan yang sama untuk menjadi pemimpin yang baik. Namun karena dalam perjalanan sejarah perempuan kurang mendapat kesempatan untuk menjalankan kepemimpinan dalam masyarakat, sekarang kita perlu meningkatkan kuantitas maupun kualitas perempuan sebagai pemimpin. Hal ini dapat diupayakan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap perempuan agar dapat menjadi pemimpin yang baik.
Di negara Indonesia, setiap warga negara diharapkan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila. Seorang pemimpin di negara Indonesia, diharapkan menjadi contoh teladan serta panutan orang-orang yang dipimpinnya, mau tidak mau harus bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan Pancasila. Ia harus melaksanakan butir-butir yang merupakan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang nyata. Perbuatannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal yang berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan bimbingan, menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko, mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain, mengarahkan dan masih banyak lagi artinya. Perilaku kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Kelima macam perilaku kepemimpinan tersebut sama efektif, tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar, tergantung pada kemampuan pemimpin untuk menerapkan perilakunya sesuai dengan tingkat perkembangan pengikut dalam pelaksanaan tugas tertentu dan sifat masalah yang harus dipecahkan dan keputusan yang diambil. Setiap jamanmemilikipemimpinbesar. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan dan menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan (James, 1980). Pemimpinakan berhasil apabila ia mampu menunjuk-kan kepada bawahannya apa yang akan diperoleh sebagai reward dan juga jalur perilaku (path) yang harus dilakukan bawahan untuk memperoleh reward tersebut(Jones, Evans, 1970).


1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud tentang kepemimpinan
2. Untuk mengetahui tentang kriteria dan karaketristik pemimpin yang baik
3. Agar mahasiswa dapat mengerti dan megetahui fungsi dari seirang pemimpin dan lebih menghargai peranan pemimpin di tengah anggotanya.

BAB 2. PEMBAHASAN
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, antara lain :
1. Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok (1942)
2. Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kel-ompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial
3. Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kel-ompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
4. Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk mem-peroleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerjasama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah
5. Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggo-ta kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.
Kepemimpian dipengaruhi oleh situasi dimana faktor-faktor tertentu dari situasi menentukan ciri-ciri pemimpin yang sesuai untuk situasi tersebut. Munculnya pemimpin dalam suatu organisasi tergantung pada aspek karakteristik birokrasi, organisasi informal, karakteristik hubungan antara atasan bawahan, rancangan tugas yang memungkinkan individu mencapai aktualisasi diri dan aspek kesesuaian antara sasaran organisasi dengan sasaran individual para anggotanya (Bennis, 1981). Karakteristik Pemimpin (Field-DynamicLaw -Brown, 1936):
􀂄 Diakuisebagaianggotakelompok
􀂄 Memilikihubunganinterpersonalyang kuat
􀂄 Beradaptasidenganstrukturhubunganyang sudah ada
􀂄 Memahamikearahaman strukturakan berubah
􀂄 Sadar bahwa makin kuat kepemimpinan maka makna inti tidak bebas pemim-pin itu sendiri.
Fungsi kepemimpinan adalah menggerakkan orang yang dipimpin menuju tercapainya tujuan. Agar dapat menanamkan kepercayaan pada orang yang dipimpinnya dan menyadarkan bahwa mereka mampu berbuat sesuatu dengan baik. Disamping itu, pemimpin harus memiliki pikiran, tenaga dan kepribadian yang dapat menimbulkan kegiatan dalam hubungan antar manusia. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, maka terdapat aturan atau norma yang mengatur tentang kepemimpinan, yang disebut dengan etika kepemimpinan. Etika dimaksudkan sebagai pancaran moral yang baik, yang dimiliki seseorang, sehingga sehari-hari ia menampilkan tutur kata dan perbuatan yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian, moral dan etika merupakan suatu pengertian filosofis yang mendasar yang mempersoalkan nilai dalam hubungannya dengan sikap-sikap yang benar dan keliru serta motif-motif, tujuan-tujuan baik atau buruk suatu perbuatan. Dari hasil penelitian para ahli sudah banyak terbukti bahwa kegagalan organisasi tidak semata-mata terletak pada kurangnya pengetahuan, tetapi banyak yang disebabkan karena tidak adanya etika dalam organisasi tersebut. Keadaan ini mengakibatkan tidak adanya hubungan baik antara yang menggerakkan (pemimpin) dan yang digerakkan (anggota-anggotanya). Perbuatan tidak etis sebagai pertanda kelemahan moral tadi akan lebih parah akibatnya bila dimulai oleh pihak yang menggerakkan (pemimpin). Dalam keadaan demikian, akan mudah timbul penyimpangan, penyalahgunaan wewenang maupun tindakan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Etika kepemimpinan yang kita anut adalah etika kepemimpinan Pancasila, yang merupakan landasan bagi pemimpin untuk selalu : berwawas seorang pemimpin agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dilandasi oleh beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Selalu melandaskan diri pada nilai-nilai etis (kesulitan dan kebaikan). 2. Memilki satu atau beberapa kelebihan dalam pengetahuan, keterampilan, sosial, teknis maupun pengalaman. 3. Mampu melakukan kewajiban dan tugas dengan baik. 4. Memiliki sifat dewasa dan susila sehingga dapat bertanggung jawab secara etis, maupun membedakan hal yang baik dan buruk serta memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. 5. Memiliki kemampuan mengendalikan diri yaitu mengendalikan pikiran, emosi, keinginan dan segenap perbuatan yang disesuaikan dengan norma-norma/ kaidah-kaidah kebaikan. Hal ini terpencar sebagai sikap moral yang baik dan bertanggung jawab. 6. Mentaati perintah-perintah dan larangan-larangan.an ke depan, rasional, memiliki keberanian, memiliki modal untuk membela kebenaran, tegas tetapi luwes dan bertanggung jawab atas perbuatan yang dipimpinnya.
Dalam teori kepemimpinan, terbagi atas beberapa tipe yang memiliki ciri dan karakter yang berbeda, antara lain :
1. Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan keakuannya, antara lain dalam bentuk :
a. kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka
b. pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain :
 Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
 dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya
 bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
 menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan
oleh bawahan.
2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
3. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
4. Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi. Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
c. Status quo organisasional tidak terganggu
d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.
e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum.
5. Tipe Demokratik
a. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koor-dinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
b. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
c. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
d. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia
e. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan pada hakekatnya merupakan suatu proses edukatif. Ini berarti bahwa seorang pemimpin seyogyanya tidak sekedar mempengaruhi aktivitas pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan tertentu, tetapi juga berusaha mengembangkan kemampuan dan kemauan pengikutnya dalam rangka mewujudkan kemandiriannya. Seorang pemimpin dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dilandasi oleh beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Selalu melandaskan diri pada nilai-nilai etis (kesulitan dan kebaikan). 2. Memilki satu atau beberapa kelebihan dalam pengetahuan, keterampilan, sosial, teknis maupun pengalaman. 3. Mampu melakukan kewajiban dan tugas dengan baik. 4. Memiliki sifat dewasa dan susila sehingga dapat bertanggung jawab secara etis, maupun membedakan hal yang baik dan buruk serta memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. 5. Memiliki kemampuan mengendalikan diri yaitu mengendalikan pikiran, emosi, keinginan dan segenap perbuatan yang disesuaikan dengan norma-norma/ kaidah-kaidah kebaikan. Hal ini terpencar sebagai sikap moral yang baik dan bertanggung jawab. 6. Mentaati perintah-perintah dan larangan-larangan.

3.2 Saran
Kemampuan dan kemajuan kepemimpinan sangat dibutuhkan bagi Indonesia yang sedang membangun. Kepemimpinan Pancasila dengan pola kepemimpinan modern, yaitu berorientasi jauh ke depan, berlandaskan pola pikir ilmiah dan berpegang pada prinsip efisien dan efektif. Seorang pemimpin Pencasilais adalah pemimpin yang beretik.
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 00.25 | No comments

BUDIDAYA TANAMAN HIDROPONIK SAYURAN SISTEM NFT

Hidroponik berasal dari bahasa yunani yaitu, Hydroponic yang mana hidro berarti air dan ponus berarti kerja. Hidroponik merupakan teknologi bercocok tanam yang menggunakan media air, nutrisi dan oksigen.
Hidroponik adalah sebuah sistem/teknologi dimana tanaman ditumbuhkan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam,karena itu hidroponik juga disebut sebagai budidaya tanam tanpa tanah atau soilless culture.Arti harafiah dari hidroponik adalah bekerja dengan air.
hidroponik merupakan suatu sistem budidaya tanaman pada media yang tidak menyediakan unsur hara, dan unsur hara esensial yang diperlukan tanaman disediakan dalam bentuk larutan/nutrisi.
Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik meliputi golongan tanaman hortikultura yang meliputi tanaman sayur,
tanaman buah, tanaman hias, pertamanan, dan tanaman obat-obatan. Pada hakekatnya berlaku untuk semua jenis
tanaman baik tahunan, biennial, maupun annual. Pada umumnya merupakan tanaman annual (semusim).
Bibit yang dua helai daunnya telah tumbuh (atau ketinggian lebih kurang 3 cm) dipindahkan kedalam wadah atau media pembibitan, hati-hati dalam waktu memindahkan bibit atau kecambah, uratnya tidak boleh rusak, pakai alat sendok atau garpu ke wadah pembibitan (dapat berupa pot plastik bekas minuman air meneral atau polibag berdiameter lebih kurang 8 cm dan diberi lobang ventilasi), yang telah diisi dengan media.
Siramlah bibit tersebut 5 – 6 kali sehari dengan air yang menggunakan spayer.
Bersihkan tempat wadah penanaman dari semua kotoran dan penyakit tanaman dengan menyemprotkan fungisida atau desinfektan (formalin 40 % dengan konsentrasi 2 ml/l atau Kl dengan konsentrasi 2 g/l) bagi green hausenya berlantai semen, tapi jika green housenya berlantai tanah cukup menyemprotkan herbisida, seperti Roundup.
Masukan media kedalam wadah atau pot penanaman sebanyak ¾ dari tinggi pot atau maksimal setinggi 15 cm (sebaiknya 1 minggu sebelum penanaman).
Susunlah Wadah yang telah bersisi media tersebut di dalam greenhouse dengan memakai rak-rak atau guludan-guludan dengan jarak pot atau wadah 60 cm yang selang-seling (zig-zak, segi tiga sama kaki).
Bibit dipindahkan kedalam pot atau wadah penanaman dengan cara melepasnya dari pot atau wadah pembibitan dan masukan kedalam pot atau wadah penanaman yang telah diberi lobang sebasar media pembibitan sebelumnya.
Perawatan tanaman hidroponik secara umum adalah meliputi; penyiraman, pemangkasan, penyerbukan (jika diperlukan), pengikatan, pemberian zat tumbuh serta pengendalian hama penyakit.

Klasifikasi hidroponik berdasarkan media, yaitu :
1. Kultur air : NFT, irigasi tetes, hidroponik terapung.
2. Kultur agregat : pasir, rockwool, arang sekam, kerikil, batu apung.
3. Aeroponik : medium gas.

TINJAUAN PUSTAKA

Kangkung adalah tanaman air tawar yang tumbuh liar di aliran sungai, sawah, rawa, dan ada juga yang di budidayakan di darat. Sesuai dengan perkembanag di bidang pertanian saat in i sudah di kembangkan dengan sistem Hidroponik.
Pada hakekatnya berlaku untuk semua jenis tanaman baik tahunan, biennial, maupun annual. Pada umumnya merupakan tanaman annual (semusim).
Klasifikasi hidroponik berdasarkan media, yaitu :
1. Kultur air : NFT, irigasi tetes, hidroponik terapung.
2. Kultur agregat : pasir, rockwool, arang sekam, kerikil, batu apung.
3. Aeroponik : medium gas.
Beberapa model dasar hidroponik yang biasa dikembangkan di Indonesia yaitu:
1. Wick System (Sistem sumbu),
2. Water Culture (Kultur air),
3. Ebb and Flow (Pasang surut),
4. Drips System (Irigasi tetes), Nutrient Film Technic (NFT) dan
5. Aeroponik
Beberapa keuntungan menggunakan teknologi hidroponik, ditinjau dari tiga aspek, yaitu :
1) Keuntungan secara teknologis
Keuntungan yang bisa didapat, produk hidroponik lebih terjamin kebebasannya dari hama penyakit yang berada di dalam tanah, hidroponik menggunakan metode kerja yang lebih praktis dan tepat guna, memungkinkan menanam suatu
jenis tanaman di luar musim tanam, sehingga secara komersial mempunyai harga jual yang lebih baik, dan hidroponik mampu memanfaatan lahan sempit atau kritis dan tidak produktif.
2) Kuntungan secara ekonomis
Dapat menjadi sumber peningkatan penghasilan dan profesi, meningkatkan pemenuhan sumber pengadaan gizi masyarakat dan keluarga jika diusahakan dalam skala besar dapat meningkatkan ekspor yaitu produk hortikultura segar dan berkualitas tinggi.

3) Keuntungan bagi lingkungan dan sosial
Dapat dijadikan sarana pendidikan pertanian modern, memperindah lingkungan, dan mengesankan dunia pertanian yang bersih, dapat menimbulkan gairah usaha mandiri, menciptakan lapangan pekerjaan, bisa menjadi tempat berkreasi orang.

3. Kendala modal/biaya
Dalam biaya dibutuhkan modal besar untuk memulai, keperluan perawatan tanaman sehari-hari, perawatan green house dan kelengkapan irigasi dan biaya untuk pengemasan, pemasaran, dan promosi.
Berikut perbandingan budidaya tanaman secara hidroponik dan konvensional NoParameterKonvensional Hidroponik
1. LahanTerbatas pada lahan tertentuLebih tidak terbatas, misal padang pasir, pulau karang dsb
2. MediumTanah perlu diolah, diganti setelah 2-3 generasi tanamanTanpa pengolahan, media dapat dipakai berulang-ulang
3. Sterilisasi mediumPerlu biaya, waktu, dan tenaga yang besarLebih sedikit
4. Kandungan haraSangat bervariasi, defisiensi lokal, lebih sulit diaturSeragam, lebih mudah diatur, hara cukup dan tersedia
5. PemupukanDisebar, perlu jumlah banyak, kurang efisienDilarutkan, jumlah lebih sedikit, lebih efisien
6. Air Sering terjadi kekeringan karena sifat tanah dan iklim, penggunaan kurang efisienTidak, lebih efisien
7. Jumlah TanamanDibatasi oleh akar, hara dan cahaya, populasi tanaman lebih kecilDibatasi oleh cahaya, populasi lebih besar Gulma Ada, perlu pengendalianTidak ada Hama dan PenyakitBanyakSedikit
8. Tenaga kerjaBanyakSedikit
9. Masa BeroPerluTidak Perlu
10. 12HasilLebih rendahLebih tinggi
11. Kualitas Kurang baik karena ada serangan OPTLebih Baik
12. BiayaRendahTinggi
13. TeknologiSederhanaRumit
14. BahanMudah diperoleh/Sulit diperoleh

`Hidroponik ini mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan sistem penanaman biasa yang menggunakan tanah seperti berikut:
1. Sistem ini boleh dipraktikkan pada kawasan yang tidak sesuai untuk penanaman secara biasa seperti tanah bertoksik, padang pasir dan lain-lain;
2. Sayur-sayuran akan cepat tumbuh dan mengeluarkan hasil yang berkualiti tinggi;
3. Bersih dan bebas daripada sebarang racun makhluk perosak;
4. Tidak perlu merumpai, menyiram dan mencangkul;
5. Penggunaan air dan baja yang terkawal dan efisien;
6. Pulangan hasil seunit kawasan bagi seunit masa adalah tinggi.
Kaedah hidroponik memerlukan perbelanjaan agak rendah jika dibandingkan dengan kaedah biasa bagi mendapatkan alat-alat seperti berikut:
• Pam air untuk aknarium.
• Tempat tanaman (diperbnat daripada paip PVC, dulang plastik dan bahan-bahan lain seperti kayu, papan lapis, tin besi, yang perlu dialas dengan kepingan plastik yang tebal).
a. Tangki untuk larutan nutrien.
b. Tenaga elektrik.
c. Pasu plastik kecil (jika perlu).


1 : Sistem Pengaliran Nutrien

Sistem Takung
Bagi sistem takung punca peralatan berikut adalah diperlukan:
i) Takung tanaman.
ii) Penutup (diperbuat daripada polisterin, plastik).
iii) Pasu plastik kecil (jika perlu).


KAEDAH PENANAMAN
Kedua-dua sistem penanaman di atas boleh menggunakan kaedah penanaman seperti berikut:-
Cara Mengubah:
1. Semai biji benih menggunakan pasir kasar atau sabut kelapa halus
2. Keluarkan anak benih (bersihkan akar anak benih)
3. Pindahkan anak benih ke tempat tanaman (Letakkan 1-2 pokok benih untuk satu lubang tanaman. Takung tanaman hannya mengandungi air sahaja.)
4. Selepas dua hari baja separuh kepekatan dilarutkan untuk menyokong pokok
5. Selepas tujuh hari, masukkan baki baja supaya larutan nutrien mencapai kepekatan penuh
Cara Semaian terus
• Sumbatkan benang basah dan tarik untuk buat sumbu
• Masukkan dalam lubang tempat tanaman yang mengandungi air
• Semaikan 2-3 biji benih atas benang basah
• Selepas 7-10 hari, masukkan baja (kepekatan penuh) dalam air
*Larutan nutrien perlu ditambah (tertakluk kepada keperluan) sehingga hasil dituai untuk kedua-dua kaedah penanaman.

Larutan Nutrien
Kadar baja yang diperlukan untuk sayur jenis daun jika larutan nutrien disediakan sendiri adalah seperti berikut :-
BAJA BERAT (g) UNSUR KEPEKATA N (bsj)
Ammonium nitrat 75 N 300
Kalium fosfat 40 P 80
Kalium nitrat 32 K 230
Kalsium klorida 55 Ca 200
Magnesium sulfat 18 Mg 36
Besi/Ferum (Fe-EDTA) 3.29 Fe 5
Boron 0.56 B 1.0
Manganous chloride 0.18 Mn 0.5
Kuprum sulfat 0.04 Cu 0.1
Zingkam sulfat 0.05 Zn 0.1
Ammonium molybate trace Mo trace
Baja komersil (Gred)
Pertanian atau industri
• Gred teknikal

Pembahasan
Dari data yang diperoleh antara tanaman kangkung dan tanaman sawi seperti yang terlihat pada tabel 1 dan tabel 2, terlihat secara jelas bahwa perbedaannya sangat jelas dalam hal pertumbuhan jumlah akar, panjang akar, jumlah daun, tinggi tanaman, dan tingkat kesuburan, pada tanaman kangkung dan sawi jumlah akarnya masing masing satu (1) tetapi panjang akarnya lebih panjang tanaman kangkung daripada tanaman sawi,sementara perbandingan antara jumlah daun dan tinggi tanaman dari kedua tanama dengan umur yang sama memiliki perbedaan yang sangat besar yaitu tanaman kangkung jumlah daun dua helai perpohon sementara tanaman sawi tiga helai perpohon, sementara itu perbandingan antara kedua tanaman tersebut dalam hal panjang tanaman dengan umur yang sama memiliki perbedaan bahwa tanaman kangkung rata-rata tingginya lebih panjang dibandingka dengan panjang rata-rata tanaman sawi.

Grafik data kelompok IV Pertumbuhan sawi dan kangkung NFT

Hal perbedaan di atas di sebabkan oleh daya tumbuh antara tanaman kangkung dan tanaman sawi berbeda, karena mememang kedua tanaman tersebut hubungan kekerabatannya tidak sama serta perlakuan media serta kondisi fisik kedua tanaman tersebut berbeda jauh.
Penyebab utama terjadinya perbedaan dalam pertumbuhan tanaman sayuran ini adalah masalah tempat pembiakan sistem NFT yang sama dengan jenis tanaman yang berbeda, tanaman kangkung tumbuh dengan baik dan subur karena tanaman kangkung termasuk tanaman yang menyerap unsur hara yang banyak dan karena tanaman kangkung ditanam dekat dengan kran air yang membawa nutrisi maka tanaman kangkung menyerap nutrisi sehingga nutrisi yang seharusnya disisakan untuk tanaman sawi akhirnya diserap semua oleh kangkung.
jadi tanaman sawi seharusnya di tanam pada media yang berbeda agar nutrisi atau pupuk yang diberikan benar-benar diserap oleh sawi, selain faktor persaingan di atas juga terjadi karena tanaman sawi di tanam paling selatan dan jauh dari kran serta aliran airnya sehingga larutan pupuknya mengendap di sekitar tanaman kangkung jadi tanaman sawi tidak mendapat bagian yang cukup.
Berdasarkan data pada tabel 3 di atas terlihat perbedaan antara tanaman kangkung dan tanaman sawi perbedaan tersebut saling mempenagruhi antara jumlah kar, panjang akar dan tinggi tanaman, angka hasil pertumbuhan sangat berbeda antara tanaman kangkung lebih besar dari pada tanaman sawi, seperti yang telah di jelaskan maka dapat di grafikkan hasil pertumbuhan antara tanaman kangkung dan sawi sebagai berikut

Sementara perolehan data berdasarkan pengamatan dan perlakuan masing-masing kelompok di kumpulkan untuk mengambil suatu kesimpulan, dan membandingkan pertumbuhan tanaman sawi dan kangkung antar tanaman, data diperoleh selama tiga minggu perlakuan.
setelah data-kelompok disatukan maka diperoleh hasil sebagai pada grafik berikut :
Grafik Perbandingan data kelompok kangkung NFT


Seperti kodratnya semakin lama tanaman sebagai mahluk hidup, terus aktif dalam pertumbuhan, semakin lama maka semaki besarpula perkembangan bagian organ-organ tubuh tanaman, selama tiga minggu pengamatan melakukan pengamatan dan pengukuran secara berkala, dari data-data yang telah dikumpulkan kemudian dibandingkan antara perkembangan akar tanaman, jumlah daun, tinggi tanaman, dan panjang akar, hasil dari rata-rata perkembangan tanaman yang di catac oleh enam kelompok tersebut dapat disajikan pada grafik berikut :
Grafik Perbandingan Rata-rata data golongan Sawi NFT

budidaya tanaman sayuran (kangkung dan sawi) secara keseluruhan dari hasil praktikum ini tanaman kangkung lebih berhasil tumbuh dari pada tanaman sawi, hal tersebut di gambarkan pada grafik berikut :
Grafik perbandingan petumbuhan antara tanaman kangkung dan sawi selama 2 minggu.

Dalam budidaya dengan sistem hidroponik ini membutuhkan suatu alat yang dapat menggerakan air dan menyalurkan campuran nutrisi kepada tanaman maka di sini alat mesin pompa air sangat diperlukan adapun alat tersebut mempunyai sistem kerja yaitu pada bak penampung air diisi denga air hingga sepertiga bagian sumur, dari susmur tersebut pupuk di larutkan dan larutan pupuk ini di alirkan dengan mesin dap air melalui paralon, larutan ini di alirkan pada wadah atau tempat di mana tanaman berada, sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi yang di alirkan tersebut. sistem NFT ini perlu keadaan air yang selalu bergerak untuk alat ini dinyalakan atau di hidupkan selama setengah hari.
Tujuan menyalakan air dap atau kran ini adala untuk menggerakkan dan mengalirkan air agar selalu bergerak mendekati tanaman yang ada.
Kelebihan mesin ini adalah mampu menggerakan dan mengalirkan air dengan baik dan kerjanya konstan tidak berubah-ubah, sementara kelemahanya adalah aliran yang dihasilkan tidak deras sehingga pupuk muda mengendap di sekitar daerah dekat krannya saja, selain itu kelemahan yang lain adalah persediaan air yang kurang dan jauh dari tempat tanaman atau greenhouse sehingga tidak efektif dalam penyalurannya.
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan tumbuhan, atau tanaman karena kondisi udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung dengan tanaman.
Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh Tanaman kangkung dan tanaman sawi mempengaruhi keadaan iklim mikro di sekitarnya.
Keberadaan bangunan fisik buatan manusia dan benda-benda alami pada suatu lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro setempat,
misalnya terhadap suhu udara, kecepatan arah angin, intensitas dan lama penyinaran yang diterima oleh suatu permukaan, dan kelembaban udara.
Keragaman dari unsur-unsur iklim ini disebabkan karena perbedaan kemampuan dari benda-benda tersebut dalam menyerap radiasi matahari, menyiram air, dan keragaman rupa fisiknya.
Pengetahuan tentang sifat-sifat benda atau bahan sehubungan dengan
kemampuannya untuk menyerap, memantulkan, atau meneruskan radiasi matahari serta kemampuannya dalam menyerap dan menahan air, sering dimanfaatkan menusia dalam usahanya untukmemodifikasi iklim mikro.
Modifikasi iklim mikro sering dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan
lingkungan yang lebih nyaman bagi manusia atau untuk menciptakan lingkungan yang lebih optimal (atau paling tidak lebih baik) untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pendekatan lain untuk memodifikasi iklim mikro yang dilakukan manusia diantaranya adalah dengan merubah kelembaban udara, dan temperatur.
Kelembaban nisbi udara pada hakekatnya adalah nilai perbandingan antara
uap air yang terkandung dan gaya kandung maksimum uap air di udara pada suatu suhu dan tekanan tertentu, yang dinyatakan dalam persen.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pertumbuha tanaman sayuran kangkung dan sawi denga media NFT ini diantaranya adalah sebagai berikut :
secara internal pertumbuhan tanaman di tentukan oleh faktor genetik, fisik, kandungan bahan kimiawi pada tanaman, varietas, fisiologis dan daya adaptasi, kesemuanya itu mempengaruhi dalam proses pertumbuhan dan pembelahan sel tanaman sayuran itu sendiri.
selain faktor internal yang banyak diketahui yaitu faktor eksternal yaitu meliputi : lingkungan, media, sistem, pupuk, mesin, suhu, kelembapan, pemeliharaan dan ketelitian dalam menghitung dan merawat.
dengan kenyataan yang ada semua faktor yang disebutkan di atas sangat mempengaruhi dalam pertumbuhan tanaman dengan sistem NFT untuk mengatasi permasalahan yang ada maka perlu ada upaya memperbaiki perlakuan dan menggunakan bahan yang sama untuk mendapatkan hasil yang baik.
dari semua kelemahan dan kendala serta perolehan hasil yang ada maka untuk memperbaiki dan memperoleh hasil yang lebih baik perlu menggunakan tanaman yang satu jenis agar memperoleh hasil yang optimal, dan karena hasil yang diperoleh tanaman kangkung baik maka tanaman kangkung tersebut cocok dibudidayakan denga cara hidroponik sistem NFT.
untuk tanaman sawi sebaiknya menggunakan media atau tempat tersendiri agar tanaman tersebut memperoleh pertumbuha yang optimal.


BAB.5. KESIMPULAN

Sesuai dengan tujuan dari kegiatan praktikum ini bahwa mahasiswa telah belajar tentang :
1. Bagaimana cara membudidayakan tanaman sayuran dengan sistem Hidroponi dengan cmenggunakan system NFT.
2. bagaimana cara pemberian pupuk pada system budidaya hidroponik, yitu memberikannya dengan cara melarutkan dalam air dan digerakan oleh air ke seluruh akar tanaman.


DAFTAR PUSTAKA

Sutopo, Lita. 1985. Teknologi Benih. Jakarta : Raja Wali

Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Umum. Yogjakarta : Gajah Mada University Press

Tobing, Roni.1998. Menabur Benih Menuai Hasil. Jakarta : Yayasan Patmos

http// hidroponik sayuran kangkung.// minggu 15 maret 2009

http// www. Google.com

http://tumoutou.net/702_05123/luluk_prihastut_e.htm// senin 20 April 2008
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 00.15 |

Seleksi Benih Tanah Kering melalui Uji cekaman

Seleksi Benih Tanah Kering melalui Uji ceka

PENDAHULUAN

Benih dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan peneneman. biji merupakan suatu bentuk tanaman mini (embrio) yang masih dalam keadaan perkembangan yang terkekang.
Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kopndisi lingkungan dan perlakuan manusia. sedang daya simpan individu benih dipengaruhi oleh beberapa faktor sifat dan kondisi, yaitu pengaruh cekaman biotik dan abiotik, cekaman biotik yaitu: sebagai dampak negativ dari faktor-faktor tumbuhan biologis pada organisme di lingkungan tertentu. sedangkan cekaman abiotik adalah sebagai dampak negativ dari faktor-faktor non hidup yang tidak menguntungkan dan yang berpenagruh buruk pada tanaman budidaya. sejak dahulu manusia telah mengetahui, bahwa benih dari kondisi penyimpanan tertentu dibandingkan dengan spesies lainya (Oren, 1990)
Usaha memperbanyaka tanaman dengan biji / benih sering mengalami banyak hambatan , walaupun benih di kecambahakan pada kondisi lingkungan yang sesuai.
Suatu benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya viable (hidup) tetapi tidak berkecambah walaupun diletakan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya . periode dormansi ini dapat mencapai musiman atau menjapai tahunan tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya .
Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : impermeabilitas, kulit biji baik terhadap air atau gas, ataupun karena resistensi kulit biji terhadap pengaruh mekanis, embrio yang rudimenter “ after repening” dormansi sekunder dan bahan-bahan penghambat perkecambahan.
Tetapi dengan perlakuan khusus maka benih yang dorman dapat dirancang untuk brkecambah. (Lita Sutopo 1984).
Dormansi pada benih dapat dipecahkan dengan merendam benih dalam air selama 48 jam dan bahan kimia etilen khlorida 0,1% atau natrium hipoklorit 0,25%, perendaman baik dalam air maupun dalam larutan kimia bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang menyebabkan terjadinya dormansi
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melaui laju absorbsi air oleh akar tanaman. serapan air oleh tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi system perakaran dan ketersediaan air tanah.
Respon tanaman terhadap stress air ditentukan oleh tingkat stress dan fase pertumbuhan tanaman saat cekaman. respon tanaman yang mengalami kekeringan mencakup perubahan di tingkat selular dan molekuler seperti pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, sensitivitas stomata, penurunan laju Fotosintesis, perubahan metabolisme carbonb dan nitrogen, perubahan produktivitas enzim dan hormone.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. bagaimana cara menyeleksi benih yang tahan terhadap kekeringan ?
2. bagaimana prinsip adaptasi benih terhadap lingkungan yang kering? dan
3. bagaimana hasil dari tanaman yang diseleksi tersebut setelah diperlakukan.
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk melatih mahasiswa agar dapat melakukan uji ketahanan benih terhadap kekeringan dengan mengatur konsentrasi PEG6000 pada air yang disiramkan.
1.4 Manfaat
manfaat praktikum ini adalah mahasiswa mengetahui bagaimana cara uji ketahanan benih terhadap cekaman akibat kekeringan

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor cekaman secara garis besar dibedakan atas dua yaitu cekaman biotik dan abiotik, cekaman biotik yaitu: sebagai dampak negativ dari faktor-faktor tumbuhan biologis pada organisme di lingkungan tertentu. sedangkan cekaman abiotik adalah sebagai dampak negativ dari faktor-faktor non hidup yang tidak menguntungkan dan yang berpenagruh buruk pada tanaman budidaya. beberapa contoh cekaman biotik yaitu : HPT, virus, Jamur, dan gulma sedangkan contoh cekaman abiotik yaitu: cahaya, curah hujan, ph tanah, musim hujan atau kemarau dan suhu (WahJu dan Asep,1990).
Benih tanaman mempunyai kemampuan berkecambah pada kisaran air tanah tersedia mulai dari kapasitas lapangan sampai titik layu permanent. Yang dimaksu dengan kapasitas layu lapangan dari tanah adalah jumlah air maksimum yang tertinggal setelah air permukaan terkuras dan setelah air yang keluar dari tanah karena gaya habis.sedangkan titik layu permanen adalah suatu keadaan dari kandungan air tanah dimana terjadi kelayuan pada tanaman yang tak dapat balik. (Lita Sutopo 1984)
Suhu di atas 30°C merupakan factor kritis, senyawa-senyawa protein cenderung lepas dan tidak dapat kembali ataupun enzim-enzim tidak berfungsi, suhu tinggi ini juga menyebabkan kondisi lingkungan kering sehingga benih tidak dapat melakukan proses metabolisme sehingga benih tidak bisa tumbuh dengan normal, maka kondisi kering ini merupakan cekaman bagi benih (Usman dan Warkoyo, 1993).
Hal-hal yang telah di sampaikan di atas merupakan faktor yang mempengaruhi langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan benih, apabila satu dari hal-hal di atas tidak ada maka akan mempengaruhinya secar langsung (Munawir 1993).
Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat pertumbuhan benih antara lain : Larutan dengan tingkat osmotic tinggi , misal larutan mannitol , larutan Na CL. Bahan-bahan yang menggangu lintasan metabolisme, umumnya menghambat respirasi seperti seperti sianida, dinitrifelon, azide, fluoride, dan hydroxylamine. Herbisida, coumorarin, auxin.
Temperatur merupakan suatu syarat penting yang kedua bagi perkecambahan benih. Tanaman pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan akan temperatur.
Tanaman yang benihnya hanya bertumbuh pada temperature rendah contoh tanaman Camassia leichilini hanya tumbuh pada temperature 100C . tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang relatif tinggi, benih dari kebanyakan tanaman tropika membutuhkan temperatur tinggi untuk perkecambahan.
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn.
Varietas unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas jagung bersari bebas.
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan.
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah – daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah.
Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40
derajat LS.
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27 derajat Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C.
Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan
pengeringan hasil.
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak
tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama
dan penyakit).
Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase
baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air.
Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung
sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari
permukaan laut, umur panen jagung akan mundur satu hari (Hyene 1987).

BAB III. METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan waktu
Praktikum ini dilakukan pada tanggal 28 Oktober tahun 2009,
di laboratorium Benih, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Jember

3.2 .1 Bahan
1. Benih Jagung 2 varietas local dan 1 varietas Hibrida
2. air
3. PEG6000
4. Substrat kertas merang,
3.2.2 Alat terdiri dari :
1. Pinset
2. Alat pengecambah

3.3 Metode pelaksanaan
Metode yang dilakukan pada acara praktikum ini adalah, Perlakukan benih pada tiga larutan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu dengan 0g/liter, 1,50g/liter, 1,100g/liter, kemudian melakukan pengamatan pada tiga perlakuan tersebut selama 5 hari.

3.4 Pelaksanaan Praktikum
1. Membuat Larutan PEG6000, dengan konsentrasi 0g/liter, 1,50g/liter, 1,100g/liter.
2. Merendam substrat kertas merang pada larutan dengan konsentrasi yang telah dibuat hingga semua bagian kertas basah merata.
3. Menanam Benih jagung local dan hibrida pada substrat tersebut dengan metode UKDK dp sebanyak 25 butir perulangan dan diulang selama 3 kali.

3.5 Tehnik perolehan data dan evaluasi
1. Mengamati Kecambah normal dan mengamati pada hari ke-3 (3x24jam) dan ke-5 (5x24jam).
2. menghitung kekuatan tumbuh benih berdasarkan presentase kecambah normal pada hari ke-3 (3x24jam) dan pada hari ke-5 (5x24jam).
3. mengamati pulah bebeot basah dan kering dari tajuk akar pada hari ke-5 (5x24jam) bobot kering tajuk dan akar diperoleh dengan cara mengoven kecambah pada suhu 70 Oc selama dua hari, kemudian menimbang bobot kering masing-masing bagian tanaman.
4. menganalisis hasil percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan membedakan 9 macam perlakuan ( tiga macam varietas dengan tiga macam konsentrasi PEG6000) dalam tiga ulangan.
5. membandingkan masing-masing kombinasi perlakuan, dan dan memberikan kesimpulan benih mana yang tahan terhadap kekeringan atau PEG6000 berdasarkan parameter yang diamati. apabila benih jagung berkecambah normal hari ke-5 lebih dari 75% dikategorikan sebagai benih bervigor tinggi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.2 Pembahasan
Dari data yang diperoleh melalui praktikum uji cekaman, yang di aplikasihkan dengan metode pemberian tiga konsentrasi PEG (PollyEtilene Glycol ) yang berbeda pada perkecambahan benih jagung yang berbeda varietass, yaiu benih jagung Bisma, benih Jagung hibrida BISI-2 dan benih Jagung hibrida jenis NK-33. menunjukan daya adaptasi yang rata-rata sama, yang mana pada tempat perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi PEG, antara 0 gram/liter, 25 gram/liter, 50 gram/liter, dan 75 gram/liter, menujukan daya adaptasi yang berbeda tergantung pada jenis benih jaguing dan juga seberapa besar konsentrasi PEG yang diberikan.
Pada konsentrasi PEG 0 gram/liter terlihat daya adaptasi pada tiga benih jagung ini rata-rata tinggi dan angka abnormal maupun angka kematian rendah pada pengamatan hari ke-3, hal ini menunjukan bahwa pada kondisi normal tanpa pemberian PEG ini, benih mampu tumbuh dengan normal, namun setelah melakukan pengamatan pada hari ke-5, ternyata tanaman banyak yang tidak tahan, sehingga pada hari ke-5 ini terlihat angka kematiannya sedikit meningkat dari angka kematian yang pertama.
Pada konsentrasi PEG 25 gram/liter daya kecambahnya tinggi sebaliknya angka abnormal dan angka kematian rendah, hal ini menunjukan bahwa pada konsentrasi PEG yang sekian tanaman atau benih dapat berkecambah dengan baik, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga setelah melakukan pengamatan pada hari ke-5 tanaman memiliki angka abnormal dan angka kematian lebih rendah dibandingkan dengan pada pengamatan hari ke-3.
Pada konsentrasi PEG 50 gram/liter, benih banyak yang tumbuh tidak normal, dan angka kematian benih relatif lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi 0 gram/liter dan 25 gram/liter. Hal ini dikarenakan oleh kadar PEG yang tinggi sehingga benih tidak banyak yang mampu ber adaptasi dengan konsentrasi 50 gram/liter, hal ini juga terlihat secara keseluruhan baik pada pengamatan hari ke-3 maupun pada pengamatan hari ke-5, jadi data menunjukan bahwa daya adaptasi benih dari pada konsentrasi PEG 50 gram/liter ini, rata-rata hanya kurang dari 60%.
Pada konsentrasi 75 gram/liter merupakan angka adaptasi yang paling rendah dari semua konsentrasi yang diperlakukan, sehingga pada data terlihat angkaa total adaptasi benih adalah hanya < 50%. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin besar konsentrasi Polly Etilen Glicol (PEG) maka semakin tercekam benih jagung yang dikecambahkan, namun data pengamatan ini menunjukan, dari ke-4 perlakuan konsentrasi PEG pada tiga jenis jagung ini memberikan daya adaptasi terhadap cekaman yang berbeda, hal ini terlihat pada jenis varietas tanaman atau benih jagung yang berbeda memiliki daya adaptasi yang bebedapula, meski secara keseluruhan rata-rata pertumbuhan normal, abnormal, dan angka kematiannya relatif sama.

DAFTAR PUSTAKA
Sutopo, Lita. 1985. Teknologi Benih. Malang : Rajawali press

Usman dan Warkoyo. 1993. Iklim Mikro Tanaman. Malang : Ikip

Munawir. 1993. Budidaya Tanaman Padi. Jember : SMT Pertanian Jember

Fitter, A.H & HAY, R.K.M. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press

Mugnisjah, Wahyu Qamara dan setiawan Asep. 1990. Pengantar Produksi Benih. Bogor : ITB Press

http://wwwAgribis.go.id. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung R. Neni Iriany, M. Yasin H.G. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. didownload pada hari senin 26 Oktober 2009.


http://www.ristek.go.id. Budidaya Tanaman jagung hibrida. didownload pada hari senin 26 Oktober 2009.

Sabtu, 24 April 2010

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) SERTA STRATEGI ANTISIPASI DAN ADAPTASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN

Oleh :
ERINUS MOSIP NIM (081510501047)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI / AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2009

PENDAHULUAN
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990, Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani.
Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim, ancaman OPT setiap tahun terus terjadi, perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung, terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT.
Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi, untuk masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun, Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian, Untuk operasionalisasi implementasi sistem peringatan dini serangan OPT perlu ditunjang kelembagaan yang tepat dan kuat, Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang.
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang, diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Iklim bumi sedang berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai akibat aktivitas manusia. Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK ini menghambat pelepasan panas dari atmosfir yang menyebabkan suhu bumi meningkat.
Penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan bumi sebesar 0,7oC sejak tahun 1900. Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade. Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990. Tanda-tanda perubahan dapat dilihat pada mekanisme fisik maupun biologis. Sebagai contoh perpindahan berbagai spesies sejauh 6 km kearah kutub setiap dekade selama 30-40 tahun terakhir. (Root et al, 2005).
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT.
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, sedangkan pada musim kemarau banyak masalah hama seperti penggerek batang padi, hama belalang kembara.
Peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan kekeringan, perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan pola tanam, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak buruk OPT terhadap produksi dan produktivitas tanaman, diperlukan upaya antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tanggap terhadap variabilitas iklim sekarang dan akan datang. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu disusun program kerja yang sistematis dan terintegrasi untuk melaksanakan agenda adaptasi.

PERMASALAHAN
(1) Ancaman OPT setiap tahun terus terjadi seperti pada Juli 2005, dimana serangan wereng cokelat di pantura jawa telah memporakporandakan sedikitnya 10.644 ha tanaman padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah dinyatakan puso alias gagal panen (Pikiran Rakyat, Rabu (28/7 2005)). Serangan OPT yang sama juga terjadi di sentra produksi padi Kab. Indramayu. Sedikitnya 8.000 ha tanaman padi terancam terganggu produksinya akibat serangan hama wereng. Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu (Pikiran Rakyat pada 6 Maret 2006) wereng batang coklat (WBC) merupakan hama kedua yang menyerang dengan ganas terhadap areal pertanian di daerah sentra pangan terbesar Jawa Barat itu. WBC yang sempat absen selama beberapa tahun dan muncul lagi, sedikitnya telah merusak pertanaman padi di areal seluas 571 ha. Serangan hama dan penyakit tanaman padi di beberapa tempat mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274 hektar. Luas serangan ini lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Luas sawah yang terkena serangan 129.284 hektar pada Januari-Juni 2005. Beberapa jenis hama yang ditemukan antara lain penggerek batang padi (PBP), wereng batang coklat, tikus, dan tungro (Kompas, Selasa 27 Juni 2006).
(2) Perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan fotoperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga (Wiyono, 2007). Berbagai fakta menunjukkan bahwa El-Nino dan La-Nina dapat menstimulasi perkembangan hama dan penyakit tanaman, seperti penggerek batang dan wereng coklat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, belalang di Lampung pada MH 1998 dan penyakit tungro di Jawa Tengah, NTB, dan Sulawesi Selatan. Terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT. Waktu tanam yang tidak serempak dan kondisi cuaca yang tidak menentu juga dapat menjadi pemicu serangan OPT.
(3) Pengaruh kejadian iklim ekstrim sering kali menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa hama dan penyakit utama tanaman padi, seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro. Kejadian El-Nino pada tahun 1997 yang diiringi La-Nina tahun 1998 berdampak pada ledakan serangan hama wereng di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Jawa Barat (Gambar 1). (4) Suhu udara dan kelembaban yang meningkat menyebabkan OPT mudah berkembangbiak. Pada kondisi iklim ekstrim La-Nina, peningkatan kelembabam udara sangat signifikan yang menstimulasi ledakan serangan OPT. Warna putih adalah wilayah yang tidak terserang, warna biru adalah wilayah yang terserang 0 – 99 ha, warna kuning wilayah yang terserang antara 100 – 500 ha dan warna merah adalah dengan wilayah terserang > 500 ha.

ANALISIS MASALAH
(1) Untuk mengurangi dan menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap perkembangan dan distribusi OPT serta intensitas serangan OPT terhadap pertanaman, maka diperlukan upaya antisipasi yang tepat. Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi. Ploting data kejadian serangan OPT selama 10-20 tahun terakhir dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara perubahan iklim dengan serangan OPT. Spasialisasi data melalui pemetaan perubahan serangan OPT di wilayah sentra produksi tanaman (pangan) yang rentan pada 10-20 tahun terakhir akan lebih informatif. Berikut adalah sistem informasi geografis serangan wereng batang coklat yang telah dibangun, dengan menampilkan data sebaran luas serangan WBC kecamatan di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu, pada bulan September 1 tahun 1998.
(2) Identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi serangan OPT perlu dilakukan. Penetapan faktor iklim yang paling berpengaruh menjadi sangat penting sebagai upaya prediksi serangan OPT di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan model prediksi iklim yang dikaitkan dengan model prediksi serangan OPT. Untuk membangun model tersebut, pembangunan basisdata iklim dan serangan OPT perlu dilakukan.
(3) Mengingat dinamika iklim ekstrim yang semakin meningkat, model prediksi serangan OPT perlu dibangun berdasarkan skenario perubahan iklim, yaitu pada tahun kering (El-Nino), normal dan tahun basah (La-Nina). Hal ini untuk memberikan peluang antisipasi yang lebih akurat serangan OPT di masa yang akan datang.
(4) Untuk menguji akurasi model prediksi, validasi model prediksi perlu dilakukan dengan cara melakukan survei (ground check) di wilayah-wilayah pewakil yang merepresentasikan wilayah sentra produksi tanaman.

MPLIKASI KEBIJAKAN/SOLUSI
(1) Untuk antisipasi serangan OPT di masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun. Pembangunan sistem informasi iklim dan serangan OPT menjadi sangat penting. Pengembangan jejaring informasi serangan OPT (pest and diseases forecasting network) perlu dilakukan dan harus menjadi kebijakan yang dikedepankan. Jejaring ini didukung dengan data dan informasi spasial dari citra maupun data dan informasi iklim dari stasiun iklim serta informasi serangan OPT dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang telah dikompilasi di tingkat nasional di Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.
Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. Untuk lebih memberdayakan petani dan kelompok tani dalam mengatasi permasalahan serangan OPT, SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian.
(2) Untuk operasionalisasi implementasi sistem peringatan dini serangan OPT perlu ditunjang kelembagaan yang tepat dan kuat. Berbagai stakeholder terkait seperti Direktorat Perlindungan Tanaman, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, BKMG, BPTPH, Kelopok Tani dan Pelaku Agribisnis lainnya perlu dilibatkan.
(3) Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang.
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 18.24 |

Pengelolahan Lahan Kering

OLEH : ERINUS MOSIP (08-1047) VS TRI AGUSTININGSIH (08-1044)

TEMA : Pengelolahan Lahan Kering

Tujuan :

ü Mengetahui Penyebab utama Lahan kering.

ü Dapat mengetahui cara yang tepat untuk mengatasi lahan kering

SOLUSI : pengairan dengan sistem irigasi tetes

KONDISI SAAT INI : Tidak Produktif

Pembangunan sektor pertanian dewasa ini diarahkan untuk menuju pertanian yang efisien dantangguh, mengingat kebutuhan hasil-hasil pertanian yangterus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pertanian lahan kering merupakan kegiatan budidaya yang banyak menglami hambatan. Salah satu faktor penghambatnya adalah terbatasnya air. Kepas (1988) menyatakan bahwa, lahan kering merupakan sebidang tanah yang dapat dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lebih lanjut Suarna (1990) mengemukakan bahwa lahan kering dengan hanya 4-5 bulan basah dikategorikan cukup riskan untuk pengembangan palawija maupun untuk hortikultura.

Keberhasilan peningkatan produksi tanaman hortikultura di Indonesia tidak terlepas dari peran irigasi yang merupakan salah satu faktor produksi penting. Usaha untuk mencapai target produksi di satu sisi, dan teknologi tepat dan murah di sisi lain telah mendorong penggunaan air secara berlebihan tanpa mempertimbangkan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia. Teknologi di bidang irigasi merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, khususnya pada pertanian lahan kering. Oleh karena itu, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang irigasi, maka teknologi irigasi yang umum dilakukan oleh petani perlu disempurnakan berdasarkan penelitian dan pengkajian yang terbaru.

Irigasi tetes (Drip Irrigation) merupakan salah satu teknologi mutakhir dalam bidang irigasi yang telah berkembang hampir di seluruh dunia. Teknologi ini mula pertama diperkenalkan di Israel, dan kemudian menyebar hampir ke seluruh pelosok penjuru dunia. Pada hakekatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan pada kondisi lahan kering berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang kering dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Bucks et al., 1982). Namun tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya diperlukan investasi yang cukup besar pada tahap awal, pemeliharaan jaringan irigasi yang sangat intensif serta hambatan-hambatan lain seperti penyumbatan (clogging) pada lubang-lubang tetes (emitter).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa irigasi tetes telah mampu meningkatkan hasil-hasil pertanian secara nyata dan menghemat pemakaian air antara 50 – 70 % (Menzel, 1988 :Partasarathy, 1988). Pada tanaman sayuran seperti selada (lettuce) dengan irigasi tetes ternyata mampu meningkatkan kualitas hasil dan dapat menghemat air irigasi sampai 50 % dibandingkan dengan irigasi secara konvensional (Merit, 1987; Sutton & Merit, 1993). Selanjutnya hasil penelitian pada tanaman sayuran yang lain diperoleh kecenderungan yang sama.

Misalnya Sanders et al., 1988 melaporkan bahwa produksi melon, lombok dan tomat meningkat dengan nyata bila dibandingkan dengan irigasi penggenangan (flooded) yang sangat boros air. Merit (1990) melaporkan bahwa irigasi tetes pada tanaman tomat memberikan keuntungan yang sangat nyata dimana disamping efisiensi penggunaan air dapat ditingkatkan, kualitas hasil tomat ternyata juga meningkat. Pada tanaman hortikultura jeruk, Grieve (1988) melaporkan bahwa dengan irigasi tetes produksi jeruk meningkat antara 30– 40 % dan air irigasi dapat dihemat sampai lebih dari 50 %. Kecenderungan yang sama juga dilaporkan oleh Chalmers (1988) bahwa kesinambungan produksi buah peach dan pear dapat dipertahankan dengan mengatur defisit air di dalam tanah melalui irigasi tetes.

INOVASI

Di samping memperbaiki teknologi irigasi maka untuk meningkatkan efisiensi pemakaian air, perlu pula dilakukan perbaikan budidaya berupa pemberian pupuk Mineral Plus yang merupakan campuran antara kapur pertanian (Ca) dengan garam Inggris (Mg). Pemberian pupuk Mineral Plus bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Lanya (2001) mengemukakan bahwa daratan pulau Bali umumnya mempunyai kadar Ca tergolong sedang, dan Mg rendah sampai sedang, kecuali lahan yang tanahnya berasal dari batu gamping atau sisipan batu gamping. Unsur hara Ca sangat esensial dalam pengangkutan asam amino dan protein, sedangkan Mg sangat berperanan dalam pembentukan khlorofil dan juga terlibat dalan reaksi enzimatis. Hasil penelitian yang dilakukan di subak Petangan, Ubung Kaja menunjukkan bahwa pemberian pupuk Mineral Plus dapat meningkatkan hasil dan kualitas buah melon (warna kulit buah, kerenyahan dan kadar gula). Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kintamani pada tanaman menunjukkan bahwa penambahan pupuk Mineral Plus (4 ton kapur/ha + 50 kg garam inggris/ha) dapat meningkatkan kadar gula pada buah jeruk. Kabupaten Buleleng merupakan salah satu daerah potensial anggur karena sebagian besar wilayah Buleleng mempunyai zona agroekologi iklim kering yang merupakan salah satu syarat untuk pengembangan agribisnis anggur. Hal ini sesuai dengan arahan pengembangan Bali Barat sebagai sentra hortikultura khususnya tanaman buah-buahan (Perda 4/1996 Prop. Bali) Rukmana (1999) menjelaskan bahwa, faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi anggur meliputi ketinggian tempat yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara, curah hujan serta sinar matahari. Pada umumnya tanaman anggur dibudidayakan di dataran rendah yang beriklim kering. Selanjutnya ditegaskan lagi bahwa iklim yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi anggur adalah pada ketinggian 0 – 300 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara antara 25 o – 31 o C, kelembaban udara (RH) 40 % - 80 %, intensitas penyinaran matahari 50 % - 80 %, mempunyai 4 – 7 bulan kering setahun dan curah hujan 800 mm/tahun. Berdasarkan keinginan petani dan ditunjang oleh kondisi iklim di Kecamatan Gerokgak yang mendukung untuk membudidayakan anggur, maka peneliti tertarik untuk meneliti tanaman anggur yang dikaitkan dengan interval pemberian air dan pemberian pupuk Mineral Plus.

Tanaman kekurangan air dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang. Menurut Purwowidodo (1983) untuk mengendalikan penguapan air maka penggunaan mulsa merupakan bahan yang potensial untuk mempertahankan suhu, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan gulma. Kebutuhan air perlu mendapat perhatian, karena pemberian air yang terlalu banyak akan mengakibatkan padatnya permukaan tanah, terjadinya Erosi ini bila curah hujan tinggi dan penyiraman yang banyak pada musim kemarau.

DAFTAR PUSTAKA

Foth, H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ke 6. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Gardner, F.P.; R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dalam Agrivita Vol.21 No.1 Juli - September 1999. (ISSN 0126-0537).

Jurnal Ilmu Pertanian Fak. Pertanian Unibraw. Malang. Hal. 1-19.

Lakitan, B. 1997. Dasar-dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Lamina. 1989. Kedelai dan Perkembangannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.