Jumat, 04 November 2011

Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 16.58 | 1 comment

PEMBUATAN PUPUK BOKASHI




Pembangunan pertanian secara alami yang ramah lingkungan saat ini banyak dilakukan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman, serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Pembangunan pertanian alami ini semula hanya menerapkan sistem pertanian organik, tetapi ternyata hasilnya hanya sedikit. Dalam tahun 1980-an, Prof Dr. Teruo Higa memperkenalkan konsep EM atau Efektive Mikroorganisms pada praktek pertanian alami tersebut. Teknologi EM ini telah dikembangkan dan digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penyakit, dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman. Pada pembuatan bokashi sebagai salah satu pupuk organik, bahan EM meningkatkan pengaruh pupuk tersebut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Berdasarkan kenyataan di lapangan, persediaan bahan organik pada lahan pertanian sedikit demi sedikit semakin berkurang. Jika hal tersebut tidak ditambah dan segera diperbaiki oleh petani maka penurunan produksi akan terjadi pada tanaman-tanaman pertanian, seperti padi, palawija dan sayuran.
Berbicara mengenai masalah penurunan produksi, tentunya bukan saja menjadi masalah petani atau masyarakat, tetapi juga merupakan masalah bagi pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan dan ekonomi rakyat. Hal ini seyogyanya harus menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam mengatasinya secara bijak.
Menurut literature Wikipedia Indonesia Bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi. Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Starter yang digunakan amat bervariasi.
Sementara sumber lain atau Anonim 2010 mengatakan Bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi. Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Starter yang digunakan amat bervariasi, dapat diinokulasikan dari material sederhana seperti kotoran hewan, jamur, spora jamur, cacing, ragi, acar, sake, miso, natto, anggur, bahkan bir, sepanjang material tersebut mengandung organisme yang mampu melakukan proses pengomposan. Hasil dari proses pengomposan ini dapat digunakan sebagai media tanam, pupuk organik bagi tanaman dan sebagai bahan pembenah tanah.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan. Dalam proses pengomposan ada dua yaitu Aerop dan Anaerop.
Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya, prosesn ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk (hampa udara). Proses pengomposan melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi.
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4) karbondioksida (CO2) , dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padat ini yang disebut kompos padat dan yang cair yang disebut kompos cair (Simamora dan Salundik, 2006).
Pupuk Organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik in akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehigga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).
Pupuk Organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik in akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehigga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).
Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Pupuk organik alami dan pupuk organik buatan. Jenis Pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar-benar langsung diambil dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah baik dengan atau tanpa sentuhan teknologi yang berarti. Pupuk yang termasuk ke dalam kelompok ini atara lain : pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung.
Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk, ukuran, dan kemasan, yang praktis, mudah didapat, didistribusikan, dan di aplikasikan, serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya ada dua jenis pupuk organik buatan yaitu: padat dan cair (Marsono dan Paulus, 2001).
Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bisa dibuat curah, table, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Salah satu bentuk yang banyak dipakai adalah granul (Anonim, 2009).

Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme. Bahan pembuatan bokashi (jerami, rumput, pupuk hijau, pupuk kandang dan sebagainya) dapat berupa bahan yang sudah kering ataupun masih basah (segar).
Semua bahan-bahan organik tersebut di campur dengan perbandingan tertentu, lalu di haluskan atau di cacah dengan alat dores, setelah di haluskan bahan-bahan tersebut di campur menjadi campuran yang merata, selanjutnya bahan organik siap di fermentasikan dengan mikroorganisme.
Di tempat usaha pak. M. Solikhin ini ada beberapa pilihan mikroba yaitu, EM4, MOL dan EKSO, ketiga bahan mikroba perombak tersebut asalnya berbeda-beda, yang mana EM4 Berasal dari campuran 4 mikroorganisme pengurai yaitu Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Ke empat mikroorganisme ini berasala dari produk jepang, jadi bahanya bisa di dapat dari kios atau took pertanian terdekat, EM4 ini mempunyai aroma yang harum dan berwarna coklat, bentuknya cairan agak pekat.
Sementara MOL (mikro organisme lokal) berasal dari bonggol pisang yang setengah busuk, di ambil bagian tengahnya kemudian di cacah setelah di cacah bonggol pisang tersebut di masukan ke dalam larutan air beras dan air kelapa, kemudian di tambah dengan satu buah pisang yang matang dipotong kecil-kecil kemudian di masukan ke dalam larutan yang sama tadi. Setelah semua komponen di masukan ke dalam wadah yang tertutup lalu ditutup dengan rapat lalu di biarkan selama 3-7 hari. Hasilnya akan di dapat mikroorganisme yang dapat menguraikan bahan organik. Saat di Tanya bapak M.Solikin belum bisa menjawab mikroba apa saja yang terkandung di dalamnya, namun melihat hasilnya sama dengan EM4 oleh karena itu di duga bahwa bakteri yang terkandung dalam bonggol pisang atau bakteri MOL tersebut sama dengan bakteri pada EM4 yaitu Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa.
Sumber decomposer yang di gunakan di tempat ini adalan EKSO, yang mana sumber bakteri ini di dapat dari usus sapi yang baru di sembelih, kotoran dalam usus sapi tersebut di ambil kemudian diperas dan di biakan dengan campuaran terasi dan tetes tebu, serta dedak, (Starter) di biarkan selama satu minggu setelah mikroba dari kotoran atau usus sapi berkembang kemudian di saring dengan kain, lalu di isolasi bahan murni tersebut, apabila mau di aplikasikan dalam pengomposan atau pembuatan bokashi maka ekso ini di perbanyak dengan 1 liter Ekso dengan 10 liter air, agar bakteri tersebut bertumbuh dengan cepat maka perlu ada campuran seperti bahan pemanis, seperti gula, tetes tebu, dan lain-lain tujuan pemberian bahan pemanis ini adalah untuk memberikan makanan pada mikroba, sehingga setelah memperoleh makanan yang cukup maka di harapkan pertumbuhan dan perkembangan mikroba cepat. Saat ditanya pak M.solokin mengatakan bahwa bakteri dari usus sapi ini adalah bakteri Eksopagus, tetapi secara ilmiah belum dibuktikan kebenarannya.
Dalam aplikasikan pada pengomposan bokashi maka mikroba ini harus di kembang biakan terlebih dahulu, cara perkembangbiakannya adalah dengan membuat ramuan air 10 liter di tambahkan tetes 2 gayung, kira-kira 1-2 liter tetes tebu, setelah itu air di matangkan atau di masak hingga mendidih, tujuanya adalah untuk membunuh mikroba yang spesies lain selain itu unbtuk mencampurkan atau melarutkan tetes tebu dengan air, setelah air mewncapai suhu 100 derajat maka di biarkan hingga dingin lalu, di campurkan dengan 1 liter campuran mikroba, selanjutnya di aduk hingga rata lalu didiamkan, beberapa hari aga berkembang.
Dalam mengaplikasihkan biakan mikroba dari berbagai sumber tersebut umunya sama pada saat pembiakan dan pemberian atau pengomposannya, bahan bokashi yang di campur secara merata tersebut selanjutnya di masukan dalam ruang yang tidak terkena sinar matahari langsung, tinggi tumpukan bahan organik tersebut usahakan maksimal hanya 20-25 cm, lalu bahan organik tersebut di siram dengan air larutan mikroba EM, MOL, atau EKSO, tingkat kelembapan yang di lakukan hanya 50%,. Setelah itu bahan organik tersebut di ratakan hingga ketinggianya sama. Selanjutnya ditutup dengan karubg goni, hingga kondisi anaerobic, biarkan selama 2 hari lalu di kontrol sushunya yaitu dengan kisaran 40 derajat hingga 50 derajat, dengan alat thermometer, jika suhu melebihi di atas itu maka bahan organik di balik dan dibuka karung penutupnya, tujuaanya adalah agar suhu atau uap panas tersebut keluar, setelah di balik kembali ditutup lagi, dan tetap di kontrol suhu dalam kompos.
Selang waktu 7 sampai 10 hari bahan organik yang di komposkan dengan teknologi mikroba ini akan selesai proses fermentasinya dan menghasilkan aroma bokashi yang harum serta bila dipegang remah dan warnanya kecoklatan. Sebaliknya jika di lihat menghasilkan bau busuk maka, hal itu menandakan bokashi gagal, karena mikroba yang bersifat aromatic mati sehingga yang berkembang adalah mikroba pembusuk, terjadinya kematian mikroba pengompos ini di sebabkan oleh suhu yang terlampau tinggi sehingga mikroba tersebut mati.
Bokashi yang telah jadi tersebut selanjutnya di biarkan beberapa waktu agar dingin, setelah dingin maka bokashi di kemas pada wadah yang telah di sediakan yaitu wadah berukuran 50 kg dengan logo dan lebel pemilik. Kompos atau bahan bokashi ini di aplikasikan pada lahan pertanian, dengan komposisi tertentu sesuai dengan jenis tanaman, adapun jenis-jenis tanaman yang di pupuk adalah sebagai berikut: tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubi jalar, dan singkong). Tanaman perkebunan (kopi, kakao, sawit dan lain-lain) tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan lain-lain).
Berdasarkan fungsinya bokashi berfungsi sebagai bahan pembenah tanah baik sifat kimia tanah, fisika tanah, dan biologi tanah, sementara fungsi lainya adalah sebagai pupuk bagi tanaman, kelebihan dari produk bokashi ini adalah mempu memperbaiki tanah sekaligus menyuburkan tanaman, dan tidak mempunyai efek samping jika pemberiannya tidak proposional sebab semua bahanya merupakan bahan organik sehingga mudah terdegradasi. Bahan organik memiliki daya tahan air tinggi, mempunyai daya hantar listrik juga tinggi sehingga jika di terapkan maka sangat baik bagi ekologi, ekonomi, dan sosail. Namun produk ini juga memiliki kelemahan yaitu jumlah unsure-unsur hara yang dimikili atau di kandungnya sangat sedikit sehingga perlu ada penambahan pupuk sintetik pada lahan pertanian agar produktifitas tetap tinggi. Selain itu sampai saat ini petani tidak semuanya mau menggunakan karena di rasa berat dan tidak efektiv.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2010. Bokashi (bahan organik kaya akan sumber hayati. Di akses tanggal 15 desember 2010.

Marsono dan Paulus, 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Simamora, S., Salundik, Sriwahyuni dan Surajin. 2005. Membuat Biogas Pengganti bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. Agromedia Pustaka, Bogor.

Wawan A Setiawan. 2010. Pembuatan Kompos Bokashi Disampaikan pada Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Di Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung Februari 2010 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

www.google.com/sampah organik. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010.

www.google.com/kompos. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010.


Banyak faktor yang harus diperhitungkan dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan pada jumlah dan kualitas yang cukup serta berkesinambungan. Pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengelolaan lahan (tanah) harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang optimum bagi tanaman. Dengan demikian, interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah pada lahan memberikan keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang selanjutnya menjamin keberlangsungan produktivitas lahan, dan keberhasilan usaha tani. Melalui sistem tersebut diharapkan akan terbentuk agroekosistem yang stabil dengan masukan dari luar yang minimum, tetapi dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan.
Biota tanah merupakan salah satu komponen ekosistem lahan/tanah yang berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis, meningkatkan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dekomposisi sisa organik, pencampuran partikel tanah, penyebaran mikroba, dan perbaikan struktur agregat tanah. Walaupun pengaruhnya terhadap pembentukan tanah dan dekomposisi bahan organik bersifat tidak langsung, secara umum biota tanah dapat dipandang sebagai pengatur proses fisik, kimia maupun biokimia dalam tanah.
Biota tanah adalah kumpulan jasad hidup yang menjadikan tubuh tanah sebagai ruang hidup untuk menjalankan sebagai atau seluruh kegiatan ekologisnya. Biota tanah merupakan bagian tidak dapat terpiahkan tubuh tanah yang antara keduanya terdapat hubungan timbal balik. Biota tanah merupakan salah factor pembentuk tanah yang kegiatan ekofisiologisnya mengendalikan aneka proses pedogenik tanah, antara lain melalui perombakan (mineralisasi), menghancurkan dan merombak bahan organik (humifikasi, mineralisasi) dan mencampur aduk bahan penyusun tanah (pedoturbasi). Fauna pada ekosistem tanah terdiri atas makro fauna dan mikro fauna. Makro fauna tanah meliputi : herbivora seperti Annelida (cacing tanah), Dipolopoda (kaki seribu) dan Insecta (serangga). Serta tikus sedangkan mikro fauna meliputi Protozoa dan Rotifera.
Dalam ekosistem tanah keberadaan makro fauna tidak saja menyumbangkan bahan-bahan tanah yang akan dirombak oleh jasad Saprofop (pengurai) sehingga menambah kandungan zat organik tanah, tetapi juga membentuk agregasi tanah. Pada ekosistem tanah yang banyak dihuni oleh makro fauna tanah, struktur tanah menjadi gembur mempunyai porositas yang tinggi. Keadaan yang demikian akan menyebabkan mikro flora dan mikro fauna pendekomposer melimpah dan menungkat aktifitasnya, sehingga akan meningkatkan kesuburan tanah.
Di dalam tanah terdapat berbagai jenis biota tanah, antara lain mikroba (bakteri, fungi, aktinomisetes, mikroflora, dan protozoa) serta fauna tanah. Masing-masing biota tanah mempunyai fungsi yang khusus. Dalam kaitannya dengan tanaman, mikroba sangat berperan dalam membantu pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara (mikroba penambat N, pelarut P), membantu penyerapan hara (cendawan mikoriza arbuskula), memacu pertumbuhan tanaman (penghasil hormon), dan pengendali hama-penyakit (penghasil antibiotik, antipatogen). Demikian pula fauna tanah, setiap grup fauna mempunyai fungsi ekologis yang khusus. Keanekaragaman biota dalam tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kualitas tanah.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat atau difiksasi oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: Ektomikoriza Dan Endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.
Fauna tanah juga merupakan salah satu komponen ekosistem tanah. Fauna tanah berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis, peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dan dekomposisi bahan organik, pencampuran partikel tanah, penyebaran mikroba, serta perbaikan struktur agregat tanah. Walaupun pengaruhnya terhadap pembentukan tanah dan dekomposisi bahan organic bersifat tidak langsung, secara umum fauna tanah dapat dipandang sebagai pengatur terjadinya proses dalam tanah.
Secara garis besar terdapat tiga kelompok invertebrata yang hidup di tanah, yaitu Ketergantungan yang besar terhadap pupuk kimia sebagai sumber hara berpotensi menurunkan produktivitas lahan, sehingga penggunaannya perlu dikurangi dengan memanfaatkan pupuk organik yang tersedia di lokasi dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Pembangunan pertanian pada masa yang akan datang, terutama pada lahan kering, diupayakan dengan memanfaatkan pupuk hayati serta lebih berorientasi pada pendayagunaan lahan sesuai daya dukungnya dengan mengoptimalkan fungi-fungsi ekologis dari setiap komponen ekosistem lahan. Hal ini mendorong penyempurnaan konsep pengelolaan lahan sebagai sarana produksi pertanian, dan keselarasan antara pendekatan pengelolaan lahan dan dinamika ekosistem lahan menjadi faktor penting.
Penggunaan bahan organik yang dipadukan dengan biota tanah (cacing tanah) yang berperan sebagai dekomposer, distributor hara dan pengolah tanah, selain dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan ketersediaan hara juga menambah keanekaragaman mikroorganisme tanah. Oleh karena itu, pengelolaan hara secara terpadu dengan menggunakan cacing tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan perlu diteliti.
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan paada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 persen kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah tersebut mengandung hifa, vesikel dan spora yang dapat menginfeksi CMA. Disaamping itu juga berfungsi sebagai inokulan untuk generasi tanaman berikutnya (Anas, 1997).
mikrofauna (protozoa dan nematoda), mesofauna, dan makrofauna. Mikrofauna memacu dekomposisi bahan organic dengan memperkecil ukuran dengan ezim selulase yang kemudian dimanfaatkan oleh mikroba dekomposer lainnya. Mesofauna dan makrofauna selain memperkecil ukuran sisa organik, aktivitas metabolismenya menghasilkan feses yang mengandung berbagai hara tersedia bagi tanaman maupun mikroba tanah. Beberapa makrofauna
tanah seperti cacing tanah memiliki peran penting dalam mempengaruhi kesehatan dan produktivitas tanah. Liang cacing dapat meningkatkan aerasi, penetrasi akar, dan infiltrasi air. Kotoran cacing, yang merupakan campuran tanah dan sisa organic yang telah tercerna, mengandung berbagai hara yang tersedia bagi tanaman.
Berbagai aktivitas mikroorganisme tanah, mikroflora dan fauna saling mendukung bagi keberlangsungan siklus hara, membentuk biogenic soil structure yang mengatur proses fisik, kimia, dan hayati tanah. Berbagai mikroorganisme dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui
produksi berbagai senyawa penting seperti zat organik pelarut hara, fitohormon, antipatogen, dan penambat N. Beberapa mikroba diazotorop endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman melalui metabolisme zat tumbuh alami, meningkatkan ketersediaan hara dan bahan organik, serta sekresi senyawa antimikroba dan hama.


SUMBER: DARI BERBAGAI MAKALAH ILMIAH DAN TEKSBOOK
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 16.45 | No comments

PENUNJANG SISTEM AGRIBISNIS




Bentuk industri yang sesuai untuk dikembangkan di pedesaan, menurut Soeharjo (1990), adalah industri pengolahan hasil pertanian. Industri tersebut menggunakan bahan baku utama yang berasal dari pedesaan, menggunakan tenaga kerja yang berasal dari pedesaan, dan lokasi industri berada di pedesaan yang bertujuan untuk mendekati bahan baku, sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Dalam mencapai Tujuan agribisnis maka harus ada sistem yang mendukung tercapainya GOAL Akhir Agibisnis, yaitu mulai dari pra produksi (offarm) budidaya usahatani (onfarm) dan pengolahan (offarm) serta Pasar. selanjutnya sistem tersebut dibagi dalam empat (4) sub sistem utama dan dua sub sistem penunjang.
Sub sistem pengadaan dan penyaluran SAPRODI, teknologi, dan pengembangan SDA Pertanian:
Pada sub sistem ini perlu melakukan sarana peroduksi seperti lahan, untuk itu maka perlu melakukan intensifikasih dan ekstensifikasi lahan pertanian, serta menerapkan teknologi yang menunjang tercapai hasil optimum yaitu dengan menembangkan teknologi Irigasi, pengelolaan OPT dan pengolahan tanah dengan sebaik mungkin agar menghasilkankan suatu produk yang bernilai ekonomi dan berdaya saing tinggi.
Kendala
Dalam upaya pengadaan SAPRODI ini ada banayak kendala yang di hadapi di antaranya adalah : kurangnya akan pengetahuan dan pengetahuan penguasaan teknologi sehingga seringkali terhambat.
Sub sistem budidaya atau usaha tani
Pada sub sistem ini, diupayakan di bidang budidaya pertanian, agar mencapai hasil produksi maka sistem budidaya yang diterapkan harus dengan baik misalnya dengan menggunakan benih unggul, pemupukan intensif, pengairan intensif, pengelolaah OPT intensif serta penggunaan alat dan mesin pertanian.
Sebenarnya usaha dalam bidang agribisnis dan agroindustri apabila dikelola dengan baik dapat menjadi lahan usaha yang sangat menjanjikan, hal ini didasarkan atas pengamatan empiris di lapangan bahwa sektor ini banyak menyerap tenaga kerja dan permintaan pasar domestik maupun global cenderung mengalami peningkatan.
Kendala :
Sub sistem budidsys ini bsnyak kendala seperti kurangnya modal petani dan alih fungsi lahan pertanian sehingga terjadi penyempitan lahan pertanian, sehingga pada akhirnya budidaya tidak dapat di lakukan dengan optimal.
Sub sistem pengolahan hasil pertanian Agroindustri
Agroindustri adalah usaha yang mengolah bahan mentah dari pertanian termasuk di dalamnya tanaman dan ternak sedemikian rupa menghasilkan produk hasil olahan yang beragam jenis dan manfaatnya.
Pada sub sistem ini, adalah tindakan penanganan pasca panen, agar mencapai tujuan yaitu Agribisnis/agroindustri maka, hasil peranian tersebut di kemas dengan baik agar tidak mengalami kerusakan, setelah itu mengirimkan ke pasar baik domestik maupun manca Negara, sesuai dengan permintaan konsumen, dengan demikian maka telah tercapai tujuan agribisnis yaitu memperoleh profit. Selain itu juga mengembangkan Agro industri misalnya mendirikan pabrik yang megolah hasil pertanian seperti pabrik, tahu, tempe, tape, kripik, dan pabrik pembuat sari buah.

Kendala:
tidak semua orang mempunyai peralatan untuk mengolah sehingga sebagian besar petani kita tidak mampu mengolah hasil pertaniannya.
Sub sistem pemasaran hasil pertanian
Untuk dapat menyampaikan produk yang telah diproduksi diperlukan adanya jaringan pemasaran pemasaran yang memadai sebagai kepanjangan tangan jaringan distribusi. Produk yang diproduksi dan dipasarkan tidak akan bertahan lama untuk tetap diminati oleh pemakai apabila aspek pelayanan kepada pelanggan (Service & maintenance) diabaikan.
Seperti Tujuan dasar Agribisnis yaitu untuk memperoleh profit maka, hasil produksi pertanian harus di pasarkan. Dalam pemasaran banyak strategi yang harus ditempuh diantaranya adalah promosi, pengemasan, dan pengiriman atau pendisribusian hasil produk kepada konsumen.
Kendala :
Permasaran merupakan ujung tombak dari suatu usaha tani namun seringkali menjadi kendala karena, sulitnya untuk memasarkan, petani seringkali rugi karena tidak bias menjual, apalagi pas over produksi. Dalam penjualan juga harus dikeluarkan biaya mahal untuk promosi.
Sub system Prasarana
Untuk menunjang semua kegiatan sub system maka, harus ada sarana dan prasarana kegiatan agribisnis agar, sarana dan prasarana yang dimaksud disini adalah seperti akses jalan, jembatan, pasar, terminal, stasiun, lapangan terbang, bangunan dan masih banyak hal lainya yang mendukung kegiatan usahatani secara kompaktibel.
Kendala
Sarana dan prasarana seringkali menjadi kendala dalam hal pengembangan usaha tani, karena umumnya lahan sawah kebanyakan berada di desa maka, tingkat kemajuan desa sangat mempengaruhi sukses atau tidaknya usaha tani. Kurang sara dan prasarana seperti : irigasi, jalan raya, pasar, jembatan dan lain-lain bila tidak ada maka akan berdampak pada kurang produktifnya lahan di suatu daerah.
Sub system pembinaan
Pengalaman yang diperoleh dari Mitra Pembina atau Mitra Pendamping Usaha Kecil Bidang Agribisnis menunjukkan bahwa tidak semua usaha bidang pertanian, peternakan dan perikanan dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi pelaku usahanya. Hal ini dikarenakan oleh, respek petani dalam menerima teknologi yang diberikan pada saat pembinaan, kurangnya respon ini ada dua hal yaitu : 1) petani tidak tahu akan teknologi yang diberikan, 2) petani tidak bias menerapkan teknologi yang diberikan pada saat pembinaan. Namun bentuk pembinaan ini penting untuk membimbing petani agar lebih terampil dalam memanfaatkan teknologi serta, memberikan pemahaman pada petani agar melakukan kegiatan pertanian dengan cara konvensional yang berorientasi pada profit.
Kendala :
Kurangnya tingkat pendidikan petani kita menyebabkan sulit untuk menerima teknologi dan inovasi yang ditwarkan oleh Pembina (pemerintah dan ilmuwan) selain itu system kepercayaan suatu masyarakat juga menentukan terima atau tidaknya informasih yang diberikan. Selain itu tidak adanya regenerasi penyuluh pertanian sehingga seringkali kurang ada tenaga penyuluh di lapangan yang memberikan informasih pada petani kita.
SUMBER :
Soeharjo, a. 1990. Konsep dan ruang lingkup agroindustri. Kumpulan makalah agribisnis. Jurusan sosial ekonomi pertanian. Ipb. Bogor.


Roni, kastaman.2005. Manajemen praktis usaha bidang agribisnisdan agroindustri