Selasa, 26 Juni 2012

Secara umum, hama atau pest diartikan sebagai jasad pengganggu (jasad renik, tumbuhan, dan hewan). Pada perkembangannya, istilah hama didefinisikan dengan lebih khusus, yaitu hewan yang mengganggu manusia, dan dipersempit lagi menjadi hewan yang mengganggu tanaman (Tumbuhan Yang Diupayakan Manusia), maka dikenal istilah Hama Tanaman (Pests of Crops). Sebagai “perusak”, bagaimanapun juga, hama mempunyai arti yang sangat penting. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Kerusakan kualitatif terjadi jika aktivitas makan (maupun reproduksi) hama mengakibatkan penurunan mutu hasil, Contoh: lembaran daun tembakau yang terlubangi, meskipun kecil, oleh larva Heliothis armigera akan ditolak oleh pabrik cerutu. Sementara itu, kerusakan kuantitas terjadi jika serangan hama mampu menurunkan hasil panen secara nyata. Masalah terbesar yang diakibatkan oleh hama adalah jika populasinya meningkat sangat tajam dan menimbulkan kerusakan yang amat parah, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi (melampaui nilai Ambang Ekonomi). Jadi, sebenarnya, keberadaan mereka pada tanaman sah-sah saja dan bukan menjadi ancaman berarti jika populasinya di bawah Ambang Ekonomi. Hama yang sering menyerang tanaman budidaya, berasal dari berbagai jenis mahluk hidup misalnya hama dari golongan mamalia, aves, serangga dan protozoa , dari sekian banyak hama tersebut yang paling banyak mengganggu tanaman adalah dari golongan hama serangga dan aves serata mamalia, hal ini sangat terkait dengan jumlah populasi serangga di dunia ini sangat banyak. Untuk mengendalikan hama tersebut di atas manusia dalam usahanya terus melakukan berbagai macam cara yaitu dengan cara mekanik, fisik, biologis dan kimiawi, dari tehnik aplikasi pengendalian hama tersebut tentu memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama tanaman saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu penggunaan pestisida secara terus menerus juga dapat menyebabkan resistensi hama dan bahkan meninggalkan residu pestisida pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian hama secara ramah lingkungan, seperti penggunan pestisida nabati atau biopestisida. Mengingat seringnya pengendalian hama dengan kimiawi menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan yaitu dengan tercemarnya lingkungan udara, air dan tanah oleh karena itu akhir-akhir ini manusia sudah mulai sadar dan terus mengupayakan dan mencari tehknik aplikasi pestisida yang aman terhadap lingkungan dan aman terhadap hasil produksinya. isu-isu tersebut di atas melahirkan konsep pertanian yang berkelanjutan, baik secara agronomis, aplikasi pupuk dan pengendalian OPT harus sustainable/ rama lingkungan, untuk itu maka dalam aplikasi pengendalian hama dan penyakit tumbuhan harus yang kompaktibel agar tercipta lingkungan agroekosistem yang harmonis dan berkelanjutan. PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH DAN RUMAH Tikus merupakan salah satu binatang yang sering kita jumpai di sawah dan perumahan. Hama ini merupakan musuh utama manusia. Selain kemampuanya merusak segala macam bahan pangan, tanaman, dan bahkan mendatangkan malapetaka dengan penyakit yang dibawanya. Tikus merup`kan musuh manusia, manusia seringkali berupaya membunuh tikus atau mengurangi jumlahnya. Banyak orang yang selalu mengeluh tentang sulitnya mengurangi hama tikus ini. Tulisan ini kami maksudkan untuk membantu mengatasi kesulitan warga dalam mengendalikan hama tikus. Cara-cara pengendalian hama tikus yang didasarkan pada pengalaman dan penelitianya ini terbukti berhasil. Jenis tikus yang sering berhubungan dengan manusia hanya sedikit dari 160 jenis tikus yang mendiami kepulauan indonesia, ternyata yang umum dijumpai hanya 9 jenis, jenis-jenis tikus tersebut sebagai berikut: 1. Tikus rumah 2. Tikus sawah 3. Tikus polensia 4. Tikus riol 5. Tikus wirok 6. Tikus belukar 7. Tikus duri kecil 8. Mencit sawah 9. Mencit rumah BENTUK-BENTUK PENGENDALIAN SECARA KIMIA Sebenarnya ada banyak cara dalam pengendalian hama tikus dilapangan dan cara tersebut sudah sering dilakukan oleh petani misalnya cara: sanitasi (pembersihan lahan), kesamaan waktu tanam, fisik, mekanik, dan biologi. Namun yang kami berikan pada tulisan ini adalah hanya cara kimiawi saja. Dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Pengendalian secara akut atau racun cepat (sistem kontak) Dapat dilakukan dengan cara memasang umpan dengan cara dicampur dengan racun. Racun tikus yang bisa digunakan yaitu ZINKFOSFOR. Racun dicampur dengan pakan kesukaan tikus dengan perbandingan 1:99. Penggunaan racaun ini biasanya baik untuk awalnya, tetapi tikus lain akan mengalami jera umpan karena tikus yang memakan umpan beracun akan mati disekitar umpan. Sehingga mengakibatkan tikus lain tidak berani mendekat. 2.Secara ironis/ sistemik atau racun lambat. Merupakan cara pengendalian yang paling efisien kerna selain tidak memerlukan tenaga banyak hasilnya akan terlihat dengan sangat nyata. Cara ini tidak memperlihatkan kecurigaan pada tikus lain. Tikus yang memakan umpan tidak selalu mati di sekitar pakan. Biasanya akan mati pada jarak puluhan hingga ratusan meter dari tempat umpan. Racun tikus ini berperan sebagai zat anti koagulan sehingga tikus yang memakan racun ini akan kehausan sepanjang hari sehingga tikus akan mencari air sepanjang hari dan akan mati dalam waktu satu sampai tiga hari stelah makan umpan. Racaun yang bersofat kronis misalnya: WALFARIN, TOMORIN, RACUMIN, DIPHACIN, DAN KLERAT. Perbandingan antara racun dan umpan 1:19, sayangnya harga racun ini cukup mahal. DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA DAN PENANGKATANYA Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisapula berakibat racun akut bila jumlah pestida yang masuk dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. Penderita racun akut bisa mengalami kematian. Penderita racun kronis biasanya tidak mempedulikan keracunan di tubuhnya beberapa jam. Penderita racun kronis biasanya tidak terjadi secara langsung ataupun beberapa hari setelah penggunaan pestisida tetapi efek akan timbul stelah bertahun-tahun dengan gejala yang kronis. Pemahaman mengenai penggunaan pestisida ini sangat penting bagi petani agar dalam aplikasi pestisida di lahan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Gejala yang terjadi saat keracunan Setiap pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda karena zat racun atau bahan kimia yang dikandungnya berbeda-beda. oleh karena itu perhatikan bahan aktif yang terdapat dalam lebel pestisida sehingga jika terjadi sesuatu, kemasan pestisida dapat ditunjukan kepada petugas kesehatan agar pengobatanya lebih mudah. Contoh : golongan ORGANOFOSFAT, bahan aktif golongan ini sebagian besar dilarang di indonesia, misalnya DEAZINON, FENTION, FENTOAT dan lain-lain. Namun juga terdapat beberapa golongan bahan aktif ini yang masih di ijhnkan. Contoh nama dagang yang menggunakan golongan ini adalah: Herbisida : SCOUT 180/22 AS, POLARIS 240 AS, ROUNDOP 75 WGS. Fungisida : KASUMIRON 25/l WP, AFUGAN 300 EC, RIZOLEX 50 WP Insektisida : CURACRON 500 EC, VOLTAGE 560 EC, KULTHION 500 E. Pestisida ini dapat masuk melalui kulit, mulut, dan pernafasan. Gejala keracunan yang timbul: kejang, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, keringat berlebih, mual, pusing, muntah, detak jantung cepat, diare, sesak nafas, kaku dan akhirnya pinsang. Golongan ORGANOKLOR : Beberapa bahan aktif golongan ini telah dilarang di indonesia misalanya: ENDOSULFAN, dan CLORDAN. Nama formulasi yang beredar di indonesia adalah Herbisida: GARLON 480 EC Fungisida : Alkohol 50 WP Cara kerja: Mempengaruhi sistem saraf pusat Gejalah: pusing, mual, muntah, diare, badan lemah, gugup, gemetar, kejang, kesadaran hilang. Golongan : KARBAMAT Bahan aktif: Bahan aktif yang tergolong dibawah ini adalah yang dilarang di indonesia: KARBARIL dan METOMIL. Dan beberapa merk dagang yang masih diijinkan antara lain: Fungisida : PREVICTURE, TOPSIN 500 F, dan ENPIL 670 EC, Insektisida : CURAKTERR 35G, DIKARCOL 25 SP. Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui tubuh manusia dan akan menghambat enzim kholineterase, seperti halnya pada golongan organophospat. Golongan BIPILIRIDILIUM: Yang termasuk golongan ini yang di ijinkan di indonesia antara lain: PARAQUAT DIKCLORIDA, yang terkandung dalam Herbisida: GRAMOXSONE S*, GRAMOXSONE*, HRBATOP 276 AS*, dan PR-COL* Gejala keracunan: sakit perut, mual, muntah, diare, 1-3 jam setelah pestisida masuk dalam tubuh. 2-3 hari kemudian akan menimbulkan kerusakan ginjal yang diikuti kerusakan pada paru-paru. Golongan ARSEN: Yang termasauk golongan ini antara lain: ARSEN, PENTOKSIDA, KEMIRIN, yang pada umumnya digunakan untuk pengendali rayap kayu dan rayap tanah dan pengendali jamur kayu. Umumnya masuk kedalam tubuh melalui mulut. Gejala keracunan: tingkat akut akan mersa nyeri pada perut, muntah, dan diare, sedangkan keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar ludah. Golongan ANTIKOAGULAN: Yang termasuk golongan ini antara lain: BROADIFAKUM, DIFASINON, KUMATERALIL, KUMAKLOR, yang merupakan bahan aktif rodentisida. Gejala Keracunan: nyeri punggung, lambung dan usus, muntah-muntah, pendarahan hidung dan gusi kulit berbintik-bintik merah, air seni dan tinjah berdarah, lebam di sekitar lutut, siku dan pantat serta kerusakan ginjal. Mengatasi Keracunan Menghentikan segera kegiatan menggunakan pestisida setelah tubuh merasa kurang enak, misalnya terasa pusing, mual, kulit panas, dan gatal serta mata berkunang-kunang. Penggunaan pestisida harus dihentikan jika beberapa jam setelah bekerjan tubuh terasa lemas, suka tidur, gangguan perut, keringat berlebih, gugup, dan sebagainya. Perlu disadari sebelumnya ini semua merupakan gejala keracunan maka langkah-langkah pertolongan cepat harus segera dihentikan. Bila pestisida masuk mulut dan penderita sadar Muntahkan pendetita dengan menggorek tenggorokan dengan jari atau alat lain yang bersih, dapat juga dilakukan dengan memberikan air hangat yang dicampur 1 sendok air garam. Permuntahan dilakukan terus sampai cairan jernih dengan posisi badan lebih rendah agar tidak masuk ke dalam paru-paru. Jangan beri minuman atau makanaa berlemak jika keracunan golongan Klorhidrokarbon. Berikan minuman susu atau putih telur dalam air bila yang tertelan bahan korosif. Jika tidak tersedia maka dapat diberikan air putih, bila penderita kecang jangan dilakukan pemuntahan. Buka kancing sekitar leher agar pernafasan lancar Apabila pestisida terisap: 1. Membawa ke tempat terbuka udarah segar 2. Longgarkan pakaian 3. Dan bariangkan dengan dagu terangkat agar bisa bernafas bebasa 4. Gerakan tanganya naik turun agar penderita menghirup udara segar secara maksimal 5. Hubungi segera petugas kesehatan Apabila mengenai mata: 1. Segera cuci mata dengan air bersih sampai bersih selama 15 menit 2. Tutup mata dengan kapas steril Bila tertelan dan penderita tidak sadar: 1. Usahakan saluran pernafasan tidak tersumbat 2. Lepaskan gig palsu 3. Bersihkan hidung dari lendir 4. Bersihkan mulut 5. Baringkan penderita dengan posisi tengkurap dengan posis ke samping 6. Bila penderita berhenti bernafas lakukan pernafasan buatan namun bukan pernafasan dari mulut ke mulut agar tidak tertular racunya. 7. Bawa ke balai pengobatan terdekat misalnya puskesmas Bila penderita kecang: 1. Longgarkan pakaian di sekitar leher, 2. Taruh bantal di bawa leher 3. Lepaskan gigi palsu 4. Berikan ganjal antara gigi agar bibir dan lidah tidak tergigit Bila mengenai kulit: 1. Bersihkan kulit dengan air mengalir dan sabun sampai bersih 2. Jangan oleskan bahan apapun ter;lebih bahan ytang mengandung minyak Mencegah keracunan: Tindakan pencegahan lebih baik dari pengobatan oleh karena waspada pada penyimpanan dan pembuangan bekas penggunaan pestisida. Tempat penyimpanan pestisida Dapat disimpan almari atau peti khusus atau ruangan khusu yang tidak mudah dijangkau oleh anak-anak dan hewan piaraan, bila perlu ruangan dikunci. Letakan tempat penyimpanan ini jauh dari bahan makanan, minuman dan sumber api Usahakan tempat pestisida tempat yang teduh agar tidak rusak Mengelola wadah pestisida: Pestisida tidak boleh dikeluarkan dari bungkus aslinya agar bila terjadi keracunan petunjuk keamanan pada petunjuk dapat digunakan. Wadah tidak bocor dan tertutup rapat, bila terkena uap air atau zat asam pestisida bisa rusak dan tidak efektif lagi, jika wadahn ya bocor maka dipindahkan ke wadah lain dengan merk dagang yang sama, jika tidak ada taruh di wadah yang tertutup rapat dengan menuliskan kleterangan yang lemngkap, bahan aktif, kegunaan, dan cara penggunaannya. Wadah pestisida yang sudah tidak berguna sebaiknya dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain. Wadah ini dikubur jauh dari sumber air.

Jumat, 15 Juni 2012

Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 03.54 | 1 comment

AVERTEBRATA


Hewan avertebrata metazoa tingkat tinggi yang hidup di darat dapat tersusun dari beberapa kelompok misalnya phyla Mollusca, Annelida dan Arthropoda banyak dijumpai memiliki aktivitas di daratan. Achatina fulica dan Felicaulis sp. Merupakan contoh Mollusca yang hidup di darat. Beragam spesies cacing tanah dari genus Lumbricus dan Pheretima tersebar cukup luas di daratan.
Phylum Arthropoda yang memiliki anggota terbanyak nomor satu di dunia membewrikan kontribusi terhadap pemahaman hewan avertebrata yang hidup di darat. Scalopendra, julus, Heterometrus dan Valanga merupakan genus yang umum dikenal oleh masyarakat pedesaan. Beragam anggota Orthoptera (jangkrik, kecoa, belalang), Coleoptera (kumbang, dsb), Odonata (capung, dsb), Isoptera (rayap, dsb), Lepidoptera (kupu-kupu) dan Diptera (nyamuk, lalat, dsb).
Class Gastropoda biasanya disebut keong atau siput. Bentuk cangkang keong pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body whorl dan gelung-gelung di atasnya disebut spire (ulir). Alat indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia dan statocyt. Mata sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang atau dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor (Howells, 2005).
Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh dari infraordo Brachyura, yang biasanya mempunyai "ekor" yang sangat pendek atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang sangat keras dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Misalnya Scylla serata (kepiting bakau) memiliki tubuh yang lebar dan melintang. Umumnya Scylla serata memiliki bagian yang tidak berbeda dengan udang, tapi pada Scylla serata bagian abdomennya tidak terlihat karena melipat ke dadanya. Kaki renangnya sudah tidak berfungsi sebagai alat renang lagi. Telson dan uropod tidak ada. Karapaks menyatu dengan epistome, kaki jalan yang pertama menjadi capit yang kuat, kaki ketiga tidak pernah bercapit, sedangkan bentuk abdomen betina melebar dan setengah lonjong. Scylla serata jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat bentuk abdomennya. Bentuk abdomen jantan lebih sempit dan meruncing kedepan, sedangkan bentuk abdomen betina melebar dan setengah lonjong. Scylla serata biasanya hidup dalam lubang-lubang atau terdapat di pantai-pantai yang ditumbuhi bakau. Warnanya hijau kotor (Suwignyo, et al., 2005).
Kepiting merupakan salah satu hewan air yang banyak dijumpai di Indonesia dan merupakan hewan anthropoda yang terbagi menjadi 4 famili yaitu Potunidae (kepiting perenang), Xanthidae (kepiting lumpur), Cancridae (kepiting cancer), dan Potamonidae (kepiting air tawar). Jenis yang paling popular sebagai bahan makanan adalah Scylla serrata ukuran lebih dari 20 cm, yang lain adalah Portunus pelagicus yang disebut rajungan. Kepiting dapat dikenal melalui bentuk tubuhnya yang melebar melintang. Ciri khas yang dimiliki adalah karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Kepiting mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata dan bagian depan dari carapace tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda.
Dahi kepiting di bagian antara kedua matanya terdiri dari empat buah gigi tumpul. Tepi anterolateral terdapat sembilan buah gigi runcing, di tepi anterior karapaks dilengkapi tangkai. Bila ada gangguan dari luar, sebagai pelindung matanya. Diantara kedua mata terdapat mulut. Merus terdapat tiga buah duri kokoh, satu buah di anteriol dan dua buah pada tepi posteriol. Carpus terdapat sebuah duri kokoh sebelah dalam dan sudut bagian luar bulat dilengkapi satu atau dua buah duri kecil (Soim, 1994). Kepiting memiliki 5 pasang kaki jalan. Pasangan kaki mempunyai capit dan kaki V pipih seperti dayung. Capit kepiting tidak kasar sedangkan rajungan kasar. Bentuk tubuh kepiting lebih bulat, ukuran tubuhnya mempunyai panjang 2/3 dari lebar panjangnya. Warna karapaks kepiting kehijauan. Karapaks kepiting permukaannya licin. Kepiting mempunyai dahi lebar dan bergigi 4 hampir sama dan pada anterolateral 9 buah gigi runcing yang ukurannya hampir sama.
Kepiting jantan dan kepiting betina dapat dibedakan. Kepiting jantan, tempat organ kelamin menempel pada bagian perutnya berbentuk segitiga dan agak meruncing sedangkan pada kepiting betina cenderung membulat dan agak tumpul (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Ruas-ruas abdomen pada jantan sempit sedangkan pada kepiting betina lebih besar demikian juga dari capit, capit pada jantan dewasa lebih panjang dari capit betina.
Pereiopod I (kepiting) besar dan panjang, sedangkan pada yang betina mempunyai ciri-ciri berwarna dasar kehijauan dan bercak putih kotor, pada abdomen operkulum agak membulat dan memiliki 4 pasang pleopod. Pereiopod ke I ada capitnya, agak kecil dan langsing. Kepiting dan rajungan mempunyai daur hidup yang sama. Kepiting dapat bertahan hidup 3-4 tahun. Pada umur 12-14 bulan, kepiting sudah dianggap dewasa dan dapat dipijahkan. Telur kepiting yang sudah dibuahi akan menetas menjadi zoea dan zoea akan tumbuh berkembang menjadi megalops kemudian menjadi rajungan muda dan kepiting dewasa. Selama pertumbuhan, kepiting akan mengalami beberapa ganti kulit karena rangka luar yang membungkus tubuhnya tidak dapat membesar sehingga perlu dibuang dan diganti dengan rangka luar yang baru yang lebih besar. Untuk menjadi dewasa zoea butuh waktu 20 kali ganti kulit (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Gastropoda adalah kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya. Misalnya, Bekicot (Achatina fulica) hewan ini memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventral tubuhnya. Gastropoda bergerak lambat menggunakan kakinya. Johnson (2003) menambahkan bahwa Gastropoda darat terdiri dari sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Ujung tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau.Gastropoda akuatik bernapas dengan insang, sedangkan Gastropoda darat bernapas menggunakan rongga mantel. Bagian-bagian morfologi gastropoda dapat meliputi tentakel dorsal, mata, kepala, tentakel, kaki perut, sutura, apex dan ada yang mempunyai garis pertumbuhan pada cangkangnya (Berthold, 1991).

DAFTAR REFERENSI
Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1992. Pemeliharaan Kepiting, Kanisius, Yogyakarta
Berthold, T. 1991. Vergleichende anatomie, phylogenie and historische biogeography der Ampullariidae (Mollusca: Gastropoda). Abhand Naturwiss Vereins Hambrug (NF), 29: 1-256.
Howells, R. 2005. Invasive Applesnail In Texas: Status of these Harmful Snails through Spring 2005. Texas Parks and Wildlife Department, Texas.
Jasin, M. 1989. Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya.
Johnson, P. D. 2003. Sustaining America’s Aquatic Biodiversity Freshwater Snail Biodiversity and Conservation. Virginia State University, Virginia.
Soim, A. 1997. Pembesaran Kepiting. Penebar Swadaya, Jakarta
Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W. Dan Majariana, K. 2005. Avertebrata Air I. Penebar Swadaya, Jakarta.