Kamis, 17 Januari 2013

Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 09.03 | No comments

INSEKTISIDA NABATI

Dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi usahatani akibat serangan S.litura, pada umumnya para petani masih sangat menggantungkan pada penggunaan insektisida sintetik, meskipun konsep pengendalian hama terpadu sudah menjadi kebijakan pemerintah. Petani masih mengikuti paradigma perlindungan tanaman konvensional, preventif dan prinsip asuransi yang cenderung berlebihan. Penggunaan pestisida yang yang tidak tepat dan tidak benar baik jenis maupun dosis penggunaannya seringkali menimbulkan masalah organisme pengganggu tumbuhan dan ledakan hama diantaranya: resistensi hama, resurjensi, ledakan hama sekunder, residu pestisida dan kerusakan ekologi, oleh karena itu perlu dikembangkan metode pengendalian yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping (Setiawati dkk., 2008). Setiawati dkk., (2008) Insektisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Sifat insektisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Insektisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami / nabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Pilihan penggunaan insektisida nabati tentunya harus didasari oleh alasan-alasan yang kuat dan tepat yang berkaitan dengan sifat dasar insektisida nabati itu sendiri. Secara umum insektisida nabati bersifat: (a) mudah terurai di alam (biodegredable) sehingga diharapkan tidak meninggalkan residu pada produk pertanian, (b) relatif aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk musuh alami hama (selectivity) sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan menjaga bioversitas organisme pada suatu ekosistem pertanian, (c) dapat dipadukan dengan komponen pengendalian lainya (compatibility) yang memungkinkan penerapan tehnologi atau strategi lain yang dapa dilakukan secara bersama-sama sehingga tidak ada komponen pengendalian yang mendominan, (d) dapat memperlambat laju resistensi yang sangat penting dalam rangka menejemen resistensi (inseckt pest resistant management) dan (e) dapat menjamin ketahanan dan keberlanjutan dalam usaha tani (sustainability) karena dapat menjamin semua komponen dalam ekosistem berjalan dengan baik (Prijono, 2008). Banyak Jenis Tumbuhan telah diketahui secara luas memproduksi berbagai jenis metabolit/ senyawa sekunder seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, saponin, dan lain-lain yang berguna sebagai sarana pertahanan diri yang dapat merugikan organisme yang menyerang tumbuhan tersebut, hal ini membuktikan bahwa metabolit sekunder tumbuhan dapat digunakan sebagai agen perlindungan tanaman, ada beberapa tanaman yang digunakan sebagai pestisida adalah tanaman Kipait, Sirsak, dan Tembakau (Setiawati dkk., 2008).
Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 08.39 | 1 comment

Spodoptera Litura

Spodoptera litura adalah salah satu serangga hama yang potensial merusak tanaman pertanian, terutama pada stadia larva. Larva yang biasa disebut ulat grayak ini bersifat polifag mampu merusak seluruh bagian tanaman secara serentak, terutama pada musim kemarau. Tanaman yang biasa dijadikan inang oleh hama ini diantaranya tanaman cabai, kubis, kentang, padi, tembakau, dan tanaman pertanian lainnya (Deptan, 2005). S. litura merupakan salah satu hama yang paling merugikan dan bersifat polifag dengan kisaran inang yang sangat luas. Tidak kurang dari 120 spesies tanaman dari jenis tanaman pangan, sayuran, perkebunan, tanaman hias, bahkan tanaman pelindung diserang oleh hama ini (Anonim, 2007). Rami, teh, kapas, jarak, lada dan tembakau adalah diantara komoditi perkebunan yang termasuk inangnya. Spodoptera litura adalah salah satu serangga hama yang potensial merusak tanaman pertanian, terutama pada stadia larva. Larva yang biasa disebut ulat grayak ini bersifat polifag mampu merusak seluruh bagian tanaman secara serentak, terutama pada musim kemarau. Tanaman yang biasa dijadikan inang oleh hama ini diantaranya tanaman cabai, kubis, kentang, padi, tembakau, dan tanaman pertanian lainnya (Deptan, 2005). Spodoptera litura merupakan salah satu hama yang paling merugikan dan bersifat polifag dengan kisaran inang yang sangat luas. Tidak kurang dari 120 spesies tanaman dari jenis tanaman pangan, sayuran, perkebunan, tanaman hias, bahkan tanaman pelindung diserang oleh hama ini (Anonim, 2007). Rami, teh, kapas, jarak, lada dan tembakau adalah diantara komoditi perkebunan yang termasuk inangnya. Kalshoven (1981) mengklasifikasikan ulat grayak kedalam filum Arthropoda, klas Insekta, ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, genus Spodoptera dan spesies Spodoptera litura F. Pengelompokkan hama ini kedalam famili Noctuidae karena menyerang pada malam hari dan pada siang hari bersembunyi di dalam tanah atau di tempat yang lembab. Biasanya dalam jumlah besar ulat grayak bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis dimakan daunnya ke tanaman lainnya (Pracaya, 1995). Seekor ngengat betina dapat meletakkan telur 2000-3000 butir. Telur berbentuk bulat, berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) pada daun atau bagian tanaman lainnya. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru. Stadium telur berlangsung selama 2-4 hari (Anonim, 2008b). Larva muda yang baru menetas berwarna hijau muda (Gambar 1) dan hidup secara berkelompok. Larva dewasa mempunyai warna yang bervariasi, memiliki tanda seperti bulan sabit berwarna hitam pada ruas abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis berwarna kuning. Larva menyukai tempat-tempat yang lembap. Siang hari seringkali bersembunyi di dalam tanah dan menyerang tanaman yang masih muda pada malam hari. Stadium larva terdiri dari 6 instar. Lama stadium larva sekitar 20-46 hari (Kalshoven, 1981). Larva akan berubah menjadi pupa tanpa selaput pelindung (kokon). Pupa berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan terdapat spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih (Anonim, 2008b). Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas dan tinggal tulang-tulang daun saja. Gejala serangan pada daun rusak tidak beraturan. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau