Dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi usahatani akibat serangan S.litura, pada umumnya para petani masih sangat menggantungkan pada penggunaan insektisida sintetik, meskipun konsep pengendalian hama terpadu sudah menjadi kebijakan pemerintah. Petani masih mengikuti paradigma perlindungan tanaman konvensional, preventif dan prinsip asuransi yang cenderung berlebihan. Penggunaan pestisida yang yang tidak tepat dan tidak benar baik jenis maupun dosis penggunaannya seringkali menimbulkan masalah organisme pengganggu tumbuhan dan ledakan hama diantaranya: resistensi hama, resurjensi, ledakan hama sekunder, residu pestisida dan kerusakan ekologi, oleh karena itu perlu dikembangkan metode pengendalian yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh samping (Setiawati dkk., 2008).
Setiawati dkk., (2008) Insektisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Sifat insektisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Insektisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami / nabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Pilihan penggunaan insektisida nabati tentunya harus didasari oleh alasan-alasan yang kuat dan tepat yang berkaitan dengan sifat dasar insektisida nabati itu sendiri. Secara umum insektisida nabati bersifat: (a) mudah terurai di alam (biodegredable) sehingga diharapkan tidak meninggalkan residu pada produk pertanian, (b) relatif aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk musuh alami hama (selectivity) sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan menjaga bioversitas organisme pada suatu ekosistem pertanian, (c) dapat dipadukan dengan komponen pengendalian lainya (compatibility) yang memungkinkan penerapan tehnologi atau strategi lain yang dapa dilakukan secara bersama-sama sehingga tidak ada komponen pengendalian yang mendominan, (d) dapat memperlambat laju resistensi yang sangat penting dalam rangka menejemen resistensi (inseckt pest resistant management) dan (e) dapat menjamin ketahanan dan keberlanjutan dalam usaha tani (sustainability) karena dapat menjamin semua komponen dalam ekosistem berjalan dengan baik (Prijono, 2008).
Banyak Jenis Tumbuhan telah diketahui secara luas memproduksi berbagai jenis metabolit/ senyawa sekunder seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, saponin, dan lain-lain yang berguna sebagai sarana pertahanan diri yang dapat merugikan organisme yang menyerang tumbuhan tersebut, hal ini membuktikan bahwa metabolit sekunder tumbuhan dapat digunakan sebagai agen perlindungan tanaman, ada beberapa tanaman yang digunakan sebagai pestisida adalah tanaman Kipait, Sirsak, dan Tembakau (Setiawati dkk., 2008).
Kamis, 17 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar