DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) SERTA STRATEGI ANTISIPASI DAN ADAPTASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN
Oleh :
ERINUS MOSIP NIM (081510501047)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI / AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2009
PENDAHULUAN
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990, Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani.
Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim, ancaman OPT setiap tahun terus terjadi, perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung, terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT.
Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi, untuk masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun, Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian, Untuk operasionalisasi implementasi sistem peringatan dini serangan OPT perlu ditunjang kelembagaan yang tepat dan kuat, Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang.
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang, diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Iklim bumi sedang berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai akibat aktivitas manusia. Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK ini menghambat pelepasan panas dari atmosfir yang menyebabkan suhu bumi meningkat.
Penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan bumi sebesar 0,7oC sejak tahun 1900. Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade. Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990. Tanda-tanda perubahan dapat dilihat pada mekanisme fisik maupun biologis. Sebagai contoh perpindahan berbagai spesies sejauh 6 km kearah kutub setiap dekade selama 30-40 tahun terakhir. (Root et al, 2005).
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT.
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, sedangkan pada musim kemarau banyak masalah hama seperti penggerek batang padi, hama belalang kembara.
Peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan kekeringan, perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan pola tanam, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak buruk OPT terhadap produksi dan produktivitas tanaman, diperlukan upaya antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tanggap terhadap variabilitas iklim sekarang dan akan datang. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu disusun program kerja yang sistematis dan terintegrasi untuk melaksanakan agenda adaptasi.
PERMASALAHAN
(1) Ancaman OPT setiap tahun terus terjadi seperti pada Juli 2005, dimana serangan wereng cokelat di pantura jawa telah memporakporandakan sedikitnya 10.644 ha tanaman padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah dinyatakan puso alias gagal panen (Pikiran Rakyat, Rabu (28/7 2005)). Serangan OPT yang sama juga terjadi di sentra produksi padi Kab. Indramayu. Sedikitnya 8.000 ha tanaman padi terancam terganggu produksinya akibat serangan hama wereng. Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu (Pikiran Rakyat pada 6 Maret 2006) wereng batang coklat (WBC) merupakan hama kedua yang menyerang dengan ganas terhadap areal pertanian di daerah sentra pangan terbesar Jawa Barat itu. WBC yang sempat absen selama beberapa tahun dan muncul lagi, sedikitnya telah merusak pertanaman padi di areal seluas 571 ha. Serangan hama dan penyakit tanaman padi di beberapa tempat mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274 hektar. Luas serangan ini lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Luas sawah yang terkena serangan 129.284 hektar pada Januari-Juni 2005. Beberapa jenis hama yang ditemukan antara lain penggerek batang padi (PBP), wereng batang coklat, tikus, dan tungro (Kompas, Selasa 27 Juni 2006).
(2) Perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan fotoperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga (Wiyono, 2007). Berbagai fakta menunjukkan bahwa El-Nino dan La-Nina dapat menstimulasi perkembangan hama dan penyakit tanaman, seperti penggerek batang dan wereng coklat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, belalang di Lampung pada MH 1998 dan penyakit tungro di Jawa Tengah, NTB, dan Sulawesi Selatan. Terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT. Waktu tanam yang tidak serempak dan kondisi cuaca yang tidak menentu juga dapat menjadi pemicu serangan OPT.
(3) Pengaruh kejadian iklim ekstrim sering kali menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa hama dan penyakit utama tanaman padi, seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro. Kejadian El-Nino pada tahun 1997 yang diiringi La-Nina tahun 1998 berdampak pada ledakan serangan hama wereng di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Jawa Barat (Gambar 1). (4) Suhu udara dan kelembaban yang meningkat menyebabkan OPT mudah berkembangbiak. Pada kondisi iklim ekstrim La-Nina, peningkatan kelembabam udara sangat signifikan yang menstimulasi ledakan serangan OPT. Warna putih adalah wilayah yang tidak terserang, warna biru adalah wilayah yang terserang 0 – 99 ha, warna kuning wilayah yang terserang antara 100 – 500 ha dan warna merah adalah dengan wilayah terserang > 500 ha.
ANALISIS MASALAH
(1) Untuk mengurangi dan menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap perkembangan dan distribusi OPT serta intensitas serangan OPT terhadap pertanaman, maka diperlukan upaya antisipasi yang tepat. Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi. Ploting data kejadian serangan OPT selama 10-20 tahun terakhir dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara perubahan iklim dengan serangan OPT. Spasialisasi data melalui pemetaan perubahan serangan OPT di wilayah sentra produksi tanaman (pangan) yang rentan pada 10-20 tahun terakhir akan lebih informatif. Berikut adalah sistem informasi geografis serangan wereng batang coklat yang telah dibangun, dengan menampilkan data sebaran luas serangan WBC kecamatan di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu, pada bulan September 1 tahun 1998.
(2) Identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi serangan OPT perlu dilakukan. Penetapan faktor iklim yang paling berpengaruh menjadi sangat penting sebagai upaya prediksi serangan OPT di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan model prediksi iklim yang dikaitkan dengan model prediksi serangan OPT. Untuk membangun model tersebut, pembangunan basisdata iklim dan serangan OPT perlu dilakukan.
(3) Mengingat dinamika iklim ekstrim yang semakin meningkat, model prediksi serangan OPT perlu dibangun berdasarkan skenario perubahan iklim, yaitu pada tahun kering (El-Nino), normal dan tahun basah (La-Nina). Hal ini untuk memberikan peluang antisipasi yang lebih akurat serangan OPT di masa yang akan datang.
(4) Untuk menguji akurasi model prediksi, validasi model prediksi perlu dilakukan dengan cara melakukan survei (ground check) di wilayah-wilayah pewakil yang merepresentasikan wilayah sentra produksi tanaman.
MPLIKASI KEBIJAKAN/SOLUSI
(1) Untuk antisipasi serangan OPT di masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun. Pembangunan sistem informasi iklim dan serangan OPT menjadi sangat penting. Pengembangan jejaring informasi serangan OPT (pest and diseases forecasting network) perlu dilakukan dan harus menjadi kebijakan yang dikedepankan. Jejaring ini didukung dengan data dan informasi spasial dari citra maupun data dan informasi iklim dari stasiun iklim serta informasi serangan OPT dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang telah dikompilasi di tingkat nasional di Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.
Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. Untuk lebih memberdayakan petani dan kelompok tani dalam mengatasi permasalahan serangan OPT, SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian.
(2) Untuk operasionalisasi implementasi sistem peringatan dini serangan OPT perlu ditunjang kelembagaan yang tepat dan kuat. Berbagai stakeholder terkait seperti Direktorat Perlindungan Tanaman, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, BKMG, BPTPH, Kelopok Tani dan Pelaku Agribisnis lainnya perlu dilibatkan.
(3) Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang.
Oleh :
ERINUS MOSIP NIM (081510501047)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI / AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2009
PENDAHULUAN
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990, Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani.
Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim, ancaman OPT setiap tahun terus terjadi, perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung, terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT.
Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi, untuk masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun, Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian, Untuk operasionalisasi implementasi sistem peringatan dini serangan OPT perlu ditunjang kelembagaan yang tepat dan kuat, Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang.
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim. Perubahan iklim global masa yang akan datang, diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Iklim bumi sedang berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai akibat aktivitas manusia. Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK ini menghambat pelepasan panas dari atmosfir yang menyebabkan suhu bumi meningkat.
Penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan bumi sebesar 0,7oC sejak tahun 1900. Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade. Sepuluh tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990. Tanda-tanda perubahan dapat dilihat pada mekanisme fisik maupun biologis. Sebagai contoh perpindahan berbagai spesies sejauh 6 km kearah kutub setiap dekade selama 30-40 tahun terakhir. (Root et al, 2005).
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT.
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman seperti penyakit kresek dan blas pada padi, sedangkan pada musim kemarau banyak masalah hama seperti penggerek batang padi, hama belalang kembara.
Peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan kekeringan, perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan pola tanam, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak buruk OPT terhadap produksi dan produktivitas tanaman, diperlukan upaya antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tanggap terhadap variabilitas iklim sekarang dan akan datang. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu disusun program kerja yang sistematis dan terintegrasi untuk melaksanakan agenda adaptasi.
PERMASALAHAN
(1) Ancaman OPT setiap tahun terus terjadi seperti pada Juli 2005, dimana serangan wereng cokelat di pantura jawa telah memporakporandakan sedikitnya 10.644 ha tanaman padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah dinyatakan puso alias gagal panen (Pikiran Rakyat, Rabu (28/7 2005)). Serangan OPT yang sama juga terjadi di sentra produksi padi Kab. Indramayu. Sedikitnya 8.000 ha tanaman padi terancam terganggu produksinya akibat serangan hama wereng. Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu (Pikiran Rakyat pada 6 Maret 2006) wereng batang coklat (WBC) merupakan hama kedua yang menyerang dengan ganas terhadap areal pertanian di daerah sentra pangan terbesar Jawa Barat itu. WBC yang sempat absen selama beberapa tahun dan muncul lagi, sedikitnya telah merusak pertanaman padi di areal seluas 571 ha. Serangan hama dan penyakit tanaman padi di beberapa tempat mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274 hektar. Luas serangan ini lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Luas sawah yang terkena serangan 129.284 hektar pada Januari-Juni 2005. Beberapa jenis hama yang ditemukan antara lain penggerek batang padi (PBP), wereng batang coklat, tikus, dan tungro (Kompas, Selasa 27 Juni 2006).
(2) Perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan fotoperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga (Wiyono, 2007). Berbagai fakta menunjukkan bahwa El-Nino dan La-Nina dapat menstimulasi perkembangan hama dan penyakit tanaman, seperti penggerek batang dan wereng coklat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, belalang di Lampung pada MH 1998 dan penyakit tungro di Jawa Tengah, NTB, dan Sulawesi Selatan. Terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT. Waktu tanam yang tidak serempak dan kondisi cuaca yang tidak menentu juga dapat menjadi pemicu serangan OPT.
(3) Pengaruh kejadian iklim ekstrim sering kali menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa hama dan penyakit utama tanaman padi, seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro. Kejadian El-Nino pada tahun 1997 yang diiringi La-Nina tahun 1998 berdampak pada ledakan serangan hama wereng di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Jawa Barat (Gambar 1). (4) Suhu udara dan kelembaban yang meningkat menyebabkan OPT mudah berkembangbiak. Pada kondisi iklim ekstrim La-Nina, peningkatan kelembabam udara sangat signifikan yang menstimulasi ledakan serangan OPT. Warna putih adalah wilayah yang tidak terserang, warna biru adalah wilayah yang terserang 0 – 99 ha, warna kuning wilayah yang terserang antara 100 – 500 ha dan warna merah adalah dengan wilayah terserang > 500 ha.
ANALISIS MASALAH
(1) Untuk mengurangi dan menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap perkembangan dan distribusi OPT serta intensitas serangan OPT terhadap pertanaman, maka diperlukan upaya antisipasi yang tepat. Pemantauan terhadap dinamika serangan OPT yang dikaitkan dengan perubahan iklim merupakan upaya yang perlu direalisasikan sebagai upaya antisipasi. Ploting data kejadian serangan OPT selama 10-20 tahun terakhir dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara perubahan iklim dengan serangan OPT. Spasialisasi data melalui pemetaan perubahan serangan OPT di wilayah sentra produksi tanaman (pangan) yang rentan pada 10-20 tahun terakhir akan lebih informatif. Berikut adalah sistem informasi geografis serangan wereng batang coklat yang telah dibangun, dengan menampilkan data sebaran luas serangan WBC kecamatan di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu, pada bulan September 1 tahun 1998.
(2) Identifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi serangan OPT perlu dilakukan. Penetapan faktor iklim yang paling berpengaruh menjadi sangat penting sebagai upaya prediksi serangan OPT di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan model prediksi iklim yang dikaitkan dengan model prediksi serangan OPT. Untuk membangun model tersebut, pembangunan basisdata iklim dan serangan OPT perlu dilakukan.
(3) Mengingat dinamika iklim ekstrim yang semakin meningkat, model prediksi serangan OPT perlu dibangun berdasarkan skenario perubahan iklim, yaitu pada tahun kering (El-Nino), normal dan tahun basah (La-Nina). Hal ini untuk memberikan peluang antisipasi yang lebih akurat serangan OPT di masa yang akan datang.
(4) Untuk menguji akurasi model prediksi, validasi model prediksi perlu dilakukan dengan cara melakukan survei (ground check) di wilayah-wilayah pewakil yang merepresentasikan wilayah sentra produksi tanaman.
MPLIKASI KEBIJAKAN/SOLUSI
(1) Untuk antisipasi serangan OPT di masa yang akan datang, sistem peringatan dini (early warning system) perlu dibangun. Pembangunan sistem informasi iklim dan serangan OPT menjadi sangat penting. Pengembangan jejaring informasi serangan OPT (pest and diseases forecasting network) perlu dilakukan dan harus menjadi kebijakan yang dikedepankan. Jejaring ini didukung dengan data dan informasi spasial dari citra maupun data dan informasi iklim dari stasiun iklim serta informasi serangan OPT dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang telah dikompilasi di tingkat nasional di Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan, Departemen Pertanian.
Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) bagi petani dan kelompok tani merupakan kegiatan peningkatan kapasitas yang masih sangat relevan untuk dilakukan hingga saat ini. Untuk lebih memberdayakan petani dan kelompok tani dalam mengatasi permasalahan serangan OPT, SLPHT telah ditingkatkan menjadi sekolah lapang iklim (SLI) bahkan berkembang menjadi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) dan Sekolah Lapang Pertanian.
(2) Untuk operasionalisasi implementasi sistem peringatan dini serangan OPT perlu ditunjang kelembagaan yang tepat dan kuat. Berbagai stakeholder terkait seperti Direktorat Perlindungan Tanaman, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, BKMG, BPTPH, Kelopok Tani dan Pelaku Agribisnis lainnya perlu dilibatkan.
(3) Penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta pemodelannya harus terus dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang akan datang.
0 komentar:
Posting Komentar