Jumat, 04 November 2011

Posted by ERINUS MOSIP, S.P Posted on 16.58 | 1 comment

PEMBUATAN PUPUK BOKASHI




Pembangunan pertanian secara alami yang ramah lingkungan saat ini banyak dilakukan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman, serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Pembangunan pertanian alami ini semula hanya menerapkan sistem pertanian organik, tetapi ternyata hasilnya hanya sedikit. Dalam tahun 1980-an, Prof Dr. Teruo Higa memperkenalkan konsep EM atau Efektive Mikroorganisms pada praktek pertanian alami tersebut. Teknologi EM ini telah dikembangkan dan digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penyakit, dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman. Pada pembuatan bokashi sebagai salah satu pupuk organik, bahan EM meningkatkan pengaruh pupuk tersebut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Berdasarkan kenyataan di lapangan, persediaan bahan organik pada lahan pertanian sedikit demi sedikit semakin berkurang. Jika hal tersebut tidak ditambah dan segera diperbaiki oleh petani maka penurunan produksi akan terjadi pada tanaman-tanaman pertanian, seperti padi, palawija dan sayuran.
Berbicara mengenai masalah penurunan produksi, tentunya bukan saja menjadi masalah petani atau masyarakat, tetapi juga merupakan masalah bagi pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan dan ekonomi rakyat. Hal ini seyogyanya harus menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam mengatasinya secara bijak.
Menurut literature Wikipedia Indonesia Bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi. Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Starter yang digunakan amat bervariasi.
Sementara sumber lain atau Anonim 2010 mengatakan Bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi. Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Starter yang digunakan amat bervariasi, dapat diinokulasikan dari material sederhana seperti kotoran hewan, jamur, spora jamur, cacing, ragi, acar, sake, miso, natto, anggur, bahkan bir, sepanjang material tersebut mengandung organisme yang mampu melakukan proses pengomposan. Hasil dari proses pengomposan ini dapat digunakan sebagai media tanam, pupuk organik bagi tanaman dan sebagai bahan pembenah tanah.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan. Dalam proses pengomposan ada dua yaitu Aerop dan Anaerop.
Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya, prosesn ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk (hampa udara). Proses pengomposan melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi.
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4) karbondioksida (CO2) , dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padat ini yang disebut kompos padat dan yang cair yang disebut kompos cair (Simamora dan Salundik, 2006).
Pupuk Organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik in akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehigga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).
Pupuk Organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik in akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehigga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).
Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Pupuk organik alami dan pupuk organik buatan. Jenis Pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar-benar langsung diambil dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah baik dengan atau tanpa sentuhan teknologi yang berarti. Pupuk yang termasuk ke dalam kelompok ini atara lain : pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung.
Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk, ukuran, dan kemasan, yang praktis, mudah didapat, didistribusikan, dan di aplikasikan, serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya ada dua jenis pupuk organik buatan yaitu: padat dan cair (Marsono dan Paulus, 2001).
Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bisa dibuat curah, table, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Salah satu bentuk yang banyak dipakai adalah granul (Anonim, 2009).

Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme. Bahan pembuatan bokashi (jerami, rumput, pupuk hijau, pupuk kandang dan sebagainya) dapat berupa bahan yang sudah kering ataupun masih basah (segar).
Semua bahan-bahan organik tersebut di campur dengan perbandingan tertentu, lalu di haluskan atau di cacah dengan alat dores, setelah di haluskan bahan-bahan tersebut di campur menjadi campuran yang merata, selanjutnya bahan organik siap di fermentasikan dengan mikroorganisme.
Di tempat usaha pak. M. Solikhin ini ada beberapa pilihan mikroba yaitu, EM4, MOL dan EKSO, ketiga bahan mikroba perombak tersebut asalnya berbeda-beda, yang mana EM4 Berasal dari campuran 4 mikroorganisme pengurai yaitu Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Ke empat mikroorganisme ini berasala dari produk jepang, jadi bahanya bisa di dapat dari kios atau took pertanian terdekat, EM4 ini mempunyai aroma yang harum dan berwarna coklat, bentuknya cairan agak pekat.
Sementara MOL (mikro organisme lokal) berasal dari bonggol pisang yang setengah busuk, di ambil bagian tengahnya kemudian di cacah setelah di cacah bonggol pisang tersebut di masukan ke dalam larutan air beras dan air kelapa, kemudian di tambah dengan satu buah pisang yang matang dipotong kecil-kecil kemudian di masukan ke dalam larutan yang sama tadi. Setelah semua komponen di masukan ke dalam wadah yang tertutup lalu ditutup dengan rapat lalu di biarkan selama 3-7 hari. Hasilnya akan di dapat mikroorganisme yang dapat menguraikan bahan organik. Saat di Tanya bapak M.Solikin belum bisa menjawab mikroba apa saja yang terkandung di dalamnya, namun melihat hasilnya sama dengan EM4 oleh karena itu di duga bahwa bakteri yang terkandung dalam bonggol pisang atau bakteri MOL tersebut sama dengan bakteri pada EM4 yaitu Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa.
Sumber decomposer yang di gunakan di tempat ini adalan EKSO, yang mana sumber bakteri ini di dapat dari usus sapi yang baru di sembelih, kotoran dalam usus sapi tersebut di ambil kemudian diperas dan di biakan dengan campuaran terasi dan tetes tebu, serta dedak, (Starter) di biarkan selama satu minggu setelah mikroba dari kotoran atau usus sapi berkembang kemudian di saring dengan kain, lalu di isolasi bahan murni tersebut, apabila mau di aplikasikan dalam pengomposan atau pembuatan bokashi maka ekso ini di perbanyak dengan 1 liter Ekso dengan 10 liter air, agar bakteri tersebut bertumbuh dengan cepat maka perlu ada campuran seperti bahan pemanis, seperti gula, tetes tebu, dan lain-lain tujuan pemberian bahan pemanis ini adalah untuk memberikan makanan pada mikroba, sehingga setelah memperoleh makanan yang cukup maka di harapkan pertumbuhan dan perkembangan mikroba cepat. Saat ditanya pak M.solokin mengatakan bahwa bakteri dari usus sapi ini adalah bakteri Eksopagus, tetapi secara ilmiah belum dibuktikan kebenarannya.
Dalam aplikasikan pada pengomposan bokashi maka mikroba ini harus di kembang biakan terlebih dahulu, cara perkembangbiakannya adalah dengan membuat ramuan air 10 liter di tambahkan tetes 2 gayung, kira-kira 1-2 liter tetes tebu, setelah itu air di matangkan atau di masak hingga mendidih, tujuanya adalah untuk membunuh mikroba yang spesies lain selain itu unbtuk mencampurkan atau melarutkan tetes tebu dengan air, setelah air mewncapai suhu 100 derajat maka di biarkan hingga dingin lalu, di campurkan dengan 1 liter campuran mikroba, selanjutnya di aduk hingga rata lalu didiamkan, beberapa hari aga berkembang.
Dalam mengaplikasihkan biakan mikroba dari berbagai sumber tersebut umunya sama pada saat pembiakan dan pemberian atau pengomposannya, bahan bokashi yang di campur secara merata tersebut selanjutnya di masukan dalam ruang yang tidak terkena sinar matahari langsung, tinggi tumpukan bahan organik tersebut usahakan maksimal hanya 20-25 cm, lalu bahan organik tersebut di siram dengan air larutan mikroba EM, MOL, atau EKSO, tingkat kelembapan yang di lakukan hanya 50%,. Setelah itu bahan organik tersebut di ratakan hingga ketinggianya sama. Selanjutnya ditutup dengan karubg goni, hingga kondisi anaerobic, biarkan selama 2 hari lalu di kontrol sushunya yaitu dengan kisaran 40 derajat hingga 50 derajat, dengan alat thermometer, jika suhu melebihi di atas itu maka bahan organik di balik dan dibuka karung penutupnya, tujuaanya adalah agar suhu atau uap panas tersebut keluar, setelah di balik kembali ditutup lagi, dan tetap di kontrol suhu dalam kompos.
Selang waktu 7 sampai 10 hari bahan organik yang di komposkan dengan teknologi mikroba ini akan selesai proses fermentasinya dan menghasilkan aroma bokashi yang harum serta bila dipegang remah dan warnanya kecoklatan. Sebaliknya jika di lihat menghasilkan bau busuk maka, hal itu menandakan bokashi gagal, karena mikroba yang bersifat aromatic mati sehingga yang berkembang adalah mikroba pembusuk, terjadinya kematian mikroba pengompos ini di sebabkan oleh suhu yang terlampau tinggi sehingga mikroba tersebut mati.
Bokashi yang telah jadi tersebut selanjutnya di biarkan beberapa waktu agar dingin, setelah dingin maka bokashi di kemas pada wadah yang telah di sediakan yaitu wadah berukuran 50 kg dengan logo dan lebel pemilik. Kompos atau bahan bokashi ini di aplikasikan pada lahan pertanian, dengan komposisi tertentu sesuai dengan jenis tanaman, adapun jenis-jenis tanaman yang di pupuk adalah sebagai berikut: tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubi jalar, dan singkong). Tanaman perkebunan (kopi, kakao, sawit dan lain-lain) tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan lain-lain).
Berdasarkan fungsinya bokashi berfungsi sebagai bahan pembenah tanah baik sifat kimia tanah, fisika tanah, dan biologi tanah, sementara fungsi lainya adalah sebagai pupuk bagi tanaman, kelebihan dari produk bokashi ini adalah mempu memperbaiki tanah sekaligus menyuburkan tanaman, dan tidak mempunyai efek samping jika pemberiannya tidak proposional sebab semua bahanya merupakan bahan organik sehingga mudah terdegradasi. Bahan organik memiliki daya tahan air tinggi, mempunyai daya hantar listrik juga tinggi sehingga jika di terapkan maka sangat baik bagi ekologi, ekonomi, dan sosail. Namun produk ini juga memiliki kelemahan yaitu jumlah unsure-unsur hara yang dimikili atau di kandungnya sangat sedikit sehingga perlu ada penambahan pupuk sintetik pada lahan pertanian agar produktifitas tetap tinggi. Selain itu sampai saat ini petani tidak semuanya mau menggunakan karena di rasa berat dan tidak efektiv.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2010. Bokashi (bahan organik kaya akan sumber hayati. Di akses tanggal 15 desember 2010.

Marsono dan Paulus, 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Simamora, S., Salundik, Sriwahyuni dan Surajin. 2005. Membuat Biogas Pengganti bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. Agromedia Pustaka, Bogor.

Wawan A Setiawan. 2010. Pembuatan Kompos Bokashi Disampaikan pada Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Di Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung Februari 2010 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

www.google.com/sampah organik. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010.

www.google.com/kompos. Diakses pada tanggal 15 Desember 2010.
Categories:

1 komentar:

  1. Semoga bisa membantu meningkatkan produktifitas pertanian di Papua.... Bisa juga digunakan mikroba lokal dengan mengkultur mikroba yang berasal dari organic waste di Papua.

    BalasHapus